Senin, 20 Januari 2014

Penelepon Terakhir.

Musim hujan ini memang membuat sebagian orang repot. Termasuk aku, yang malam ini harus mengisi jadwal siaran rutinku dari jam sembilan sampai jam 12 malam di salah satu radio swasta di kota ku. Sepulang kuliah malam sekitar jam 8, aku langsung meluncur menembus hujan ke radio tempatku bekerja.
Hari ini hari Jumat, jadwal terakhir ku siaran di minggu ini. Seperti biasa, setiap hari Jumat di akhir sesi siaran ada segmen Tanya Naya, sebuah segmen tanya jawab dari listeners yang nantinya akan ku jawab.

"Delapan enam koma tujuh Lite FM we spread the light, we spread the love. Di jam-jam terakhir Naya nemenin kamu nih di hari Jumat ini, liteners. Tapi Naya masih ngasih satu kesempatan buat penelepon terakhir malam ini buat ikutan Tanya Naya kali ini. Silahkan siapa aja boleh nanya Naya apa aja. Halloo.."

Operator siaran kali itu memberi tanda belum ada telepon yang masuk.

"Oooh ternyata belum ada liteners yang mau nanya-nanya lagi nih sama Naya. Kita coba sekali lagi, hallo.."

Operator memberi tanda jempol yang artinya sudah ada penelepon yang masuk kali ini.

"Hallo..." sapaku sekali lagi.
"H..ha..haloo" balas suara di seberang sana terputus.
"Hallo?" ulangku.
"Hallo." jawabnya pelan. Aku masih kurang bisa mendengar suara itu dengan jelas.

"Iya, hallo.. Tanya Naya, ada yang mau ditanya sama Naya. Dengan siapa dimana?" tanyaku langsung sesuai prosedur.
"B..ba..." sayangnya suara itu terlalu kecil dan kurang jelas, bahkan masih kalah dengan suara backsound.
"Maaf sebentar, Mas Ari bisa minta tolong dikecilin backsoundnya, aku agak kurang jelas dengernya. Iya, Tanya Naya, ada yang mau ditanya sama Naya. Siapa iniii?" jawabku.

"Bani." jawabnya singkat dan padat. Deg. Aku hapal suara ini.
hhh.. aku menghela napas pelan.
"Kamu apa kabar?" tanyaku pelan. Lupa kalau ini masih on air.
"Baik.." jawabnya.

Saat itu kepalaku langsung pusing. Aku sangat hapal suara siapa ini. Hampir sekitar 6 tahun suara ini terlalu akrab di kepalaku. Aku butuh oksigen sebanyak-banyaknya saat itu juga.

"Hai, Bani! Bani mau nanya apa nih sama Naya?" Untung aku bisa menguasai keadaan.

"Emm.. Cuma mau nanya, apa sih hal yang paling kamu sesali di hidup ini?" tanyanya. Masih dengan suaranya yang pelan dan dalam.

"Hal yang paling Naya sesali di hidup ini tuuuuh... emmm.. menyia-nyiakan kesempatan." jawabku. Aku tau kemana arah pertanyaan ini.

"Oh.. Oke kalau gitu. Thank you."
"Sama-sama, Bani. Terima kasih juga.. Oh iya, Bani mau request lagu apa nih buat malam ini?"
"Sheila On 7, Yang Terlewatkan."
Deg.
"Oke nanti kita puterin yaa Sheila On 7 nyaa. Terima kasih udah ikutan Tanya Naya malam ini. Byee."

Deg. Entah sudah berapa kali rasanya jantung ini berhenti sepersekian detik. Suara ini. Suara yang kurang lebih 6 tahun kemarin sering berputar di kepalaku. Suara yang dulunya rajin bertanya aku sedang apa. Suara yang dulu dengan lembutnya menyebut, aku sayang kamu. Suara yang kemarin baru saja berhasil aku lupakan.
Entah kenapa ruang siaran kali itu rasanya menyempit dengan cepat dan menjepitku hingga aku sulit untuk bernafas. Aku bahkan lupa menutup segmen itu, kalau saja aku tak melihat Mas Ari memberi isyarat padaku untuk closing.

"Waw. Huft."
"Terima kasih buat Bani yang udah ikutan Tanya Naya kali ini. Habis ini Naya bakal muterin Sheila On 7 nya yang juga lagu terakhir buat malam ini. Terima kasih buat Liteners yang udah nemenin Naya dari jam 9 malam tadi. Jangan lupa buat dengerin Naya terus setiap hari mulai dari jam 9 sampai jam 12, cuma di Lite FM, We Spread The Light, We Spread The Love. Naya pamit. Bye." tutupku singkat. Aku menghela nafas seketika itu juga. Ku buka headphone ku dan berusaha berjalan keluar. Ketika ku buka pintu ruang siaran, dia berdiri persis di depanku. Berjaket biru, kesukaanku. Membawa sebuket bunga. Saat itu entah kaki ku ada dimana. Aku lupa.

Malam, hujan, pertanyaan tentang masa lalu, dan kamu di depanku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar