Kamis, 30 November 2017

Z.B.L

Suka sebel ga sih lo, kalo misalnya, lo lagi naksir sama seseorang terus lo tuh cerita ke temen lo, kemudian temen lo nyaranin lo supaya ngomong ke orang yang lo taksir itu kalo lo suka sama dia.
Iya sih ide bagus..
Tapi suka mikir ga sih lo kalo buat menyatakan suka sama seseorang juga butuh strategi? Ya lo liat dulu lah orang yang lo taksir itu kira-kira ada kemungkinan suka sama lo juga apa engga. Atau liat-liat juga lah apa kiranya dia keliatan seneng, bahagia, dan nyaman kalo sama lo.
Kalo ga ada indikasi itu semua ya ngapain sok-sokan tegar bilang jujur sama dia kalo lo suka sama dia??

Nyari pengalaman?
Atau atas dasar patah hati supaya bisa dijadiin motivasi diet?
Ampun deh.

Senin, 07 Agustus 2017

7 Hari Menulis - Hari Ke-Enam

Tujuh Hal yang Membuatku Bersedih

Pertama, jika orangtuaku juga bersedih. Tak perlu penjelasan lebih lanjut. Rasanya sudah menjadi takdir alam kalau kita akan bersedih jika orangtua sedang bersedih.

Kedua, ketika tahu bahwa sebenarnya tidak dicintai. Lalu buat apa kebersamaan selama ini?

Ketiga, ketika janji diingkari. Dan hanya melahirkan kecewa.

Keempat, ketika kenyataan tak sesuai harapan.

Kelima, ketika impian tak dapat diraih.

Keenam, jika keinginan harus kalah dengan hambatan.

Ketujuh, saat dirasa hidup ini tak ada manfaatnya.

7 Hari Menulis - Hari Ke-Lima

Puisi Terbaik Hari Ini

Puisi terbaik hari ini lahir karena kehampaan ide
Aku mencarinya di kamu, tapi tak juga ketemu
Belakangan ini aku melihatmu jauh
Dan sulit untukku meraihmu

Aku rindu saat malam denganmu
Berdua hingga lupa waktu
Seperti kelelawar yang nocturnal
Kata temanku, ide itu seperti kelelawar
Ia aktif di malam hari
Apa kita dulu juga begitu?

Ini sudah malam
Seperti kelelawar,
seharusnya ide untuk membuat puisi terbaik untuk hari ini juga muncul saat ini
Tapi, aku tak menemukannya malam ini
Seperti aku juga tak menemukanmu belakangan ini

Bisakah aku memintamu kembali?
Untuk kembali aktif di malam hari
Dan menemaniku membuat puisi terbaik untuk hari ini

Sabtu, 05 Agustus 2017

7 Hari Menulis - Hari Ke-Empat

Tentang Tujuh Hal yang Membuatku Jatuh Cinta

Tuan, sebenarnya tak banyak yang membuatku jatuh cinta

Pertama, aku jatuh cinta pada punggungmu. Pada saat pertama kali mata ini tak sengaja menjatuhkan pandangannya pada Tuan, yang kulihat bagian punggungnya. Tuan, aku bahkan masih ingat engkau berbaju hitam kala itu, terduduk menunggu di ruang tamu.

Yang kedua, aku jatuh cinta pada saat engkau menjadi imam sholat untukku. Dulu, waktu sholat selalu bertambah jadi menyenangkan jika engkau menjadi imamku. Kelak aku tahu bahwa ini bukan hal yang benar. Kata kawan, tidak dibenarkan dua orang yang bukan muhrim berjamaah berdua sahaja. Kemudian saat aku merenung aku sadar bahwa dalam beberapa hal ia benar. Aku sering tak khusyuk jika berjamaah denganmu.

Yang ketiga, aku jatuh cinta pada Tuan yang berjiwa tenang. Berkebalikan dariku yang reaktif, melihat Tuan seperti melihat air di danau. Kecil riaknya. Tuan mampu menjaga emosi ketika bereaksi, dan aku jatuh cinta akan hal itu.

Yang keempat, ketika Tuan tahu kemana akan melangkah. Membuatku merasa aku berjalan dengan orang yang tepat. Kata orang, jika melakukan perjalanan, bukan dengan apa yang menjadi penting, tapi dengan siapa kita berjalan. Dengan Tuan, aku percaya semua akan jadi baik.

Yang kelima, aku jatuh cinta dengan cara pandang Tuan yang seringkali seirama denganku. Jika aku berkata A, pun dengan Tuan. Jika Tuan berkata B, aku akan mengangguk mengiyakan.

Yang keenam, aku jatuh cinta dengan jiwa petualang Tuan. Yang tidak hanya dengan melakukan perjalanan, Tuan juga bertualang ke jiwa-jiwa sekitar Tuan. Dari mulut Tuan, aku akan menemukan banyak cerita, yang membuatku merasa seakan Tuan mengajakku untuk menjelajah, menyusuri cerita-cerita Tuan, dan aku menikmatinya.

Yang ketujuh, dan ku harap ini bukan yang terakhir. Aku ingin Tuan memberiku dua juta alasan lain untuk membuatku jatuh cinta. Karena pada akhirnya, aku harus menyerah mengaku pada diriku, bagaimanapun Tuan, aku jatuh cinta pada Tuan. Dan aku tak peduli jika rasa jatuh cinta ini tak beralasan.

Jumat, 04 Agustus 2017

7 Hari Menulis - Hari Ke-Tiga

Tentang Hal yang Saya Rindu

Sebenarnya banyak hal yang membuat saya rindu. Saya rindu menonton acara live musik, menganggukan kepala menikmati irama, sambil memandang kagum ke arah si artist.
Saya rindu pergi jalan-jalan untuk berlibur, menjauh sejenak dari rutinitas, saya rindu ketika harus pusing menata barang apa saja yang harus saya bawa, saya juga rindu menyusun segala rencana ketika liburan tiba.
Saya rindu kehidupan kosan, dengan lima orang teman saya yang lain. Pusing tak punya uang dan butuh hiburan, saya tinggal main ke kamar teman yang lain. Saya bisa main hingga malam hari, tanpa khawatir saya membuat khawatir orangtua saya.
Saya juga rindu dengan teman-teman saya yang lain, yang dari mereka sering muncul ide-ide atau apa pun itu namanya yang kemudian mengisi kepala saya, merefresh-nya kembali setelah diisi hal yang itu itu saja.

Lebih dari itu, hari ini saya rindu pada  seseorang. Kawan saya untuk bercerita banyak hal, mulai dari keluh kesah sampah, cerita menarik di hari itu, ghibah tentang teman-teman saya yang lain, tentang angan-angan dan ketakutan saya akan masa depan, sampai pertanyaan random yang sering tiba-tiba muncul di kepala saya seperti misalnya bagaimana jika bendungan jatiluhur meluap. Saya rindu dia akan menatap saya sampai saya merasa ia sedang membaca isi kepala saya, hingga terkadang saya menunduk karena salah tingkah. Saya rindu ia yang hanya akan menanggapi ocehan saya ini dengan senyumannya tanpa perlu banyak bicara. Saya rindu ia yang kemudian merespon ucapan saya dengan nada suaranya yang tenang, kalimatnya yang bijaksana, dan segala hal yang kontradiktif dengan saya. Saya rindu dengan pola pikirnya yang 'thinking' untuk mengimbangi saya yang 'feeling'. Saya rindu menghabiskan waktu dengannya hanya untuk berpindah dari satu topik ke topik bicara yang lain di tempat yang sama. Saya hanya rindu saat-saat itu. Belakangan, saya sudah jarang bercerita dengannya. Ada satu dan lain hal yang jadi sebabnya. Dan saya juga nggak pernah bilang rindu. Klasik sih alasannya, malu.

Ps: Oh iya, ada yang aneh. Entah kenapa saya juga rindu akan rasa ingin menyentuh dia. Selama kenal, saya nggak pernah menyentuh dia. Ini lebih karena saya berusaha menghormatinya. Tapi setiap ketemu, saya juga nggak ngerti kenapa pengen banget rasanya minimal pegangan tangan gituuuu :"

Kamis, 03 Agustus 2017

7 Hari Menulis - Hari Ke-Dua

Tujuh Lagu yang Tidak Bisa Saya Lupakan dan Cerita di Baliknya

1. Jangan Beri Tahu Niah
    Lagu ini yang paling pertama kali pop out dari kepala saya begitu baca tema untuk hari kedua di 7 Hari Menulis. Sedih sih sebenernya buat saya pribadi. Ini adalah kali pertama seumur hidup saya, saya sebegitunya terpengaruh sama satu lagu. Dalam hal ini, saya benci banget sama lagu ini. Ada masa di mana sekitar hampir 2 tahunan saya menolak buat dengerin lagu ini. Kenapa? Jadi ceritanya dulu waktu saya pacaran, saya sempet curiga kalau pacar saya udah pindah ke lain hati. Ada sekitar 2 bulanan saya takut banget buat nanya karena saya nggak mau denger jawabannya. Tapi suatu saat, saya ngeliat postingan dia di salah satu social media nya he was listening to this song. Dan seketika itu juga saya semakin yakin bahwa dia sudah dengan yang lain. Prasangka ini ternyata akhirnya berubah jadi fakta, yang entah kenapa bikin saya benci banget denger lagu ini, sampai hampir dua tahun, karena setiap keingetan lagu ini, saya jadi ingat soal cerita saya yang nggak banget sama pacar saya dulu. Iyuwh. Tapi sekarang udah biasa aja sih.

2. Laskar Pelangi
Lupakan tentang segala kontroversi Andrea Hirata, I don't give a shit for that. Saya suka Laskar Pelangi dan semua cabangnya, mulai dari buku, film, dan lagunya. Buat saya pribadi, lagu ini punya daya magis tersendiri. Iya sih, intro-nya buat saya juga agak-agak mirip lagunya Coldplay, tapi tetep aja lagu ini punya aura tersendiri. Susah buat saya ngebayangin ada lagu lain yang cocok buat jadi soundtrack film Laskar Pelangi. Buat saya pribadi, lagu ini entah kenapa menggugah semangat saya setiap kali saya dengerin. Lagu ini ngingetin saya tentang gimana seseorang tryin to pursue their dream, tentang cinta dalam hidup, tentang kita yang harus bersyukur dan banyak hal lainnya yang sebenernya biasa aja sih tapi means a lot buat saya pribadi.

3. Bailando
Seperti yang udah saya bilang sebelumnya, pengalaman exchange saya adalah salah satu dari pengalaman paling membahagiakan buat saya sejauh ini. Dan lagu ini paling mewakili momen-momen itu. Jadi, ceritanya, dulu itu kita sering banget joget-jogetan di mana aja, sebut aja dugem ala-ala. Pernah di rumah temen, di tengah gurun pasir, di pinggir jalan di depan mall tempat kita biasa nongkrong, dan yang paling sering itu kita ke sungai Nil, terus nyewa kapal gitu terus nyusurin sungai sambil nyetel musik dan joget-joget. Eh percaya deh, waktu itu itu bukan hal yang norak. Semua orang senang. Dan lagu Bailando ini yang paling sering kita setel, karena lagunya enak dan lagi ngetren banget waktu itu. Sampai-sampai, waktu itu kita pernah mau rame-rame nonton konsernya Enrique Iglesias yang pas banget kebetulan lagi ngadain konser di Kairo. Tapi ga jadi, soalnya kita juga jalan-jalan ke luar kota. Saking seringnya gue dengerin lagu itu waktu itu, sampai pulang ke rumah pun gue masih sering nyanyiin lagu itu. Dan itu kayaknya lagu berbahasa spanyol pertama yang saya hapal a whole song gituuuu, nggak kayak Despacito jaman sekarang yang saya nyanyiin dengan babbling. Dan gara-gara itu, setiap saya denger lagu ini, saya selalu inget jaman-jaman exchange. :"

4. Seandainya
Singkat untuk cerita lagu ini. Kalau kamu tau liriknya, ini sebenernya bercerita tentang seseorang yang mau ninggalin kekasihnya. Nah, waktu itu saya di ambang LDR sama pacar saya, kebetulan pacar saya mau kerja di luar negeri. Satu waktu sebelum hari H kita LDR-an, dia ngasih saya lagu ini (well, both of us really adoring Sheila On 7. So practically, we could relate our story to their song. Eh atau kebalikannya ya?), eh terus entah kenapa saya menye banget dan sedih setiap denger lagu ini waktu itu. Sampai hari ini, buat saya lagu ini jadi LDR anthem banget. Liriknya nggak menye sih sebenernya, tapi entah kenapa kalo jadi orang yang LDR-an lagu ini jadi sedih banget.

5. Northern Downpour
Lagu ini sebenernya nggak punya cerita yang gimana-gimana sih, dan selain lagu ini sebenernya ada lagu lain yaitu lagunya Boys Like Girls yang Go sama lagu Efek Rumah Kaca yang Melankolia yang kira-kira levelnya sama kayak lagu ini. Tapi cuma boleh milih 7 lagu. Jadi di antara 3 lagu ini saya pilih lagu Northern Downpour ini karena liriknya dalem banget dan entah kenapa nadanya tuh pas banget kalo didengerin pas lagi down. Lagu ini menurut saya liriknya nggak bisa diartiin secara gamblang, tapi ya intinya sih sama aja. Kalo lo dengerin lagu ini pas lagi down, lagu ini (dan dua lagu lain) kayaknya bisa bikin mbrebes mili deh.

6. Hymn for the weekend
Wah, akhirnya saya nemu lagu Coldplay juga di list ini. Lagu ini buat saya pribadi juga punya aura tersendiri. Kayaknya kalau saya bisa nonton live-nya Coldplay suatu hari nanti, saya bakalan trance pas denger lagu ini. Saya inget, pernah suatu hari, saya lagi makan sama temen saya di Wings Stop, di sebelah saya ada anak perempuan kira-kira usianya 8 tahun, sambil asyik makan dia juga asik banget nyanyi lagu ini yang lagi diputar jadi BGM. Saya nggak tau kenapa kayak kehipnotis sama anak itu, saya bener-bener ngerasa kebawa (well, suaranya juga bagus), dan habis itu entah kenapa saya jadi cinta banget sama lagu ini terutama di bagian Beyonce nyanyi.

7. Sebelah mata
Sama kayak lagu Hymn for the Weekend tadi, saya jatuh cinta sama lagu ini karena orang lain. Jadi ceritanya waktu itu saya lagi nonton gigs-nya Efek Rumah Kaca di Taman Melingkar di depan perpustakaan pusat kampus saya, and the gigs was quite perfect buat saya. Mereka main di bawah satu pohon yang besar dengan satu lampu tembak kuning menyinari mereka, posisi taman melingkar itu ada di pinggir danau. Romantis sebenernya. Dan di sebelah saya ada mbak-mbak lagi eargasm sambil merokok. Saya nggak pernah ngeliat orang eargasm sebenernya, tapi kayaknya si mbak memang lagi eargasm. Dan saya kebetulan justru paling suka ngeliat orang lagi menikmati rokok. Jadi visual si mbak waktu itu bener-bener keren buat saya, dan gara-gara itu saya jadi suka banget lagu Sebelah Mata ini. By the way, lagu ini tambah keren waktu Gerald Situmorang mainin solo gitar buat intronya pas Efek Rumah Kaca main bareng Barasuara.

Rabu, 02 Agustus 2017

7 Hari Menulis - Hari Pertama

Tujuh hal yang membuat Ayunnisa bahagia

Yang pertama, adalah ketika pulang ke rumah dan suasana rumah lagi bagus! Nggak ada Bapak yang marah-marah gara-gara apa pun, nggak ada mama yang bawel, nggak ada saya yang teriak-teriak atau ngomong ngegas berantem sama adik(-adik). Suasana kayak gini biasanya ada di akhir minggu, yang bikin saya jadi males buat ngambil lembur. Dan suasana kayak gini biasanya jadi nambah sekian persen bagusnya setiap rumah kedatangan Hasyim, tetangga kecil sebelah rumah yang luar biasa lucu sampai rasanya pengen banget ngadopsi dia buat nemenin Bapak kalau lagi libur.

Yang kedua, adalah ketika kembali ke bulan Juni sampai Agustus di tahun 2014, waktu saya punya kesempatan buat ikut exchange program ke Mesir. Asli, beneran deh, itu jadi pengalaman paling istimewa dan menyenangkan buat saya pribadi. The best moment in my life. Hidup bareng dengan banyak orang dari berbagai negara dan dengan latar belakang yang berbeda-beda jelas jadi tantangan buat saya. Tapi yang menurut saya paling membahagiakan buat saya ketika itu adalah karena saya bener-bener bisa ngerasain yang namanya hidup happy tanpa harus worry sama apa pun. Saya bener-bener hidup untuk hari itu dan enjoy setiap detik dan detailnya yang masih bisa saya recall sampai sekarang.

Yang ketiga, paydaaaaaaaaay. I mean who doesn't love it? Mood saya biasanya jadi luar biasa bagus setiap gajian.

Yang keempat, adalah ketika saya ngehabisin waktu untuk ngobrol (dan yang berkualitas) sama teman saya dari A sampai Z. Saya kebetulan tuh tipe orang yang lebih suka jalan atau ngobrol berdua sama seseorang daripada nongkrong ramean yang paling kerjaannya cuma ngomongin orang atau ngebully seseorang verbally. Saya males. Jadi jangan kaget kalau saya tiba-tiba approach kamu dan ngajak jalan berdua aja. Bukan karena apa-apa, saya males aja ramean. Denger banyak suara itu bikin kepala saya pusing.

Yang kelima, waktu saya berenang. Entah kenapa saya suka banget berenang dan nggak peduli mau bikin saya tambah hitam atau engga. Tapi yang pasti ketika di bawah air, saya ngerasain damai banget. Dan salah satu dari yang paling membahagiakan adalah ketika saya diving di Dahab. Ada di kedalaman laut, melihat makhluk laut yang warna-warni, itu adalah perasaan paling damai yang pernah saya rasain selama hidup saya.

Yang keenam, waktu saya ngeliat orang yang saya suka. Nggak perlu dijelasin panjang lebar juga. Saya lagi jatuh cinta.

Yang ke tujuh dan yang terakhir. Saya bahagia ketika saya ngerasa dicintai.

Udah itu aja.

Jumat, 07 Juli 2017

Punggung

"Aku sampai di bagian bahwa aku telah jatuh cinta
namun orang itu hanya dapat kugapai sebatas punggungnya saja..seseorang yang hadir sekelebat bagai bintang jatuh yang lenyap keluar dari bingkai masa..
sebelum tangan ini sanggup mengejar seseorang yang hanya bisa kukirimi isyarat sehalus udara, langit, awan atau hujan."

Itu tadi kutipan ucapan Al dalam cerita Hanya Isyarat dalam film omnibus Rectoverso. Cerita ini, jadi cerita favorit saya dalam film yang disadur dari novel Dewi Lestari dengan judul yang sama.

Pertama, karena ceritanya hampir sama kayak cerita saya. Kedua, karena saya suka sekali sama Hamish Daud. Ketiga saya juga sama suara Al (oke, nggak penting, tapi saya suka perempuan bersuara berat seperti Al).

Saya, selama ini punya kecenderungan untuk suka dengan laki-laki yang sudah jelas (eh, nggak tau juga sih, tapi sejauh ini selalu begitu) nggak mau sama saya. Walaupun mungkin aja mereka nggak suka sama saya karena itu 'saya', tapi yang lebih pasti sih karena mereka nggak mau pacaran. Terhitung dari 2008 sejak saya putus sama pacar pertama saya, sampai sekarang 2017, saya selalu suka sama laki-laki yang memilih untuk nggak pacaran. Nggak tau kenapa. Kalau kata teman saya sih, perempuan biasanya suka sama cowok-cowok kayak gini karena mereka bikin penasaran dan challenging. Saya juga nggak tau kenapa sih, tapi awalnya saya suka sama cowok-cowok kayak gini karena mereka agamanya baik. Yaaa gini-gini juga saya mau banget diimamin sama laki-laki baik.

Btw, kata temen saya, sebenernya beberapa dari orang yang kayak gini tuh sebenernya munafik. Intinya sih emang belum ketemu orang yang dia suka aja.
Nanti juga kalau udah ketemu, yaa dia deketin juga. Nggak bilang pacaran sih, tapi dideketin kayak orang pacaran, tapi kalo dicengin bilangnya enggak.
Saya sih setuju nggak setuju, soalnya dia bilang kan beberapa, nggak menggeneralisir. Beberapa memang gitu, dan saya juga termasuk orang yang suka ngecengin dan kadang-kadang nyinyir orang-orang yang sok bilang nggak pacaran, tapi chattingan nonstop bahkan telfonan. Tapi yang lain emang saya akui hebat sih, commit buat nggak pacaran dan melalui proses taaruf yang HQQ. Misalnya, yang pakai perantara dilamar sama keluarga atau ustadz/guru mereka, yang walaupun belum kenal, mereka percaya akan konsep jodoh, dan lebih percaya akan takdir Tuhan daripada 'usaha' manusia.

Umm.. Sebenernya saya juga nggak tau kalau laki-laki yang selama ini saya suka itu termasuk dari golongan yang pertama atau yang kedua dari yang saya sebut barusan. Tapi intinya saya nganggep mereka 'baik'.
Kata temen saya, saya seharusnya jujur dan bilang ke laki-laki yang saya suka itu kalau saya suka sama dia. Toh, alasannya logis, dan memang suka yang bukan semata jatuh cinta.
Tapi, siapa yang mau menyatakan cinta yang jelas-jelas nggak dibalas, saya bilang. Si temen saya itu justru nanya balik, tau darimana nggak dibalas. Ya kan keliatan yaaa orang tertarik atau enggak. Lagian nih kalau saya liat-liat, kayaknya si laki-laki yang saya suka ini ngeliat saya dari sisi yang lain, yang nggak memungkinkan dia buat naksir balik sama saya.
Selain itu, walaupun saya selalu suka sama laki-laki kayak gini, tapi saya sampai sekarang juga sadar, saya belum bisa ada di level cewek-cewek yang mungkin disuka sama cowok ini. Saya suka minder. Mana mau dia sama perempuan hina, nista macam saya. Oke, lebay sih. Tapi kadang suka kepikiran gitu juga. 😂
Nah selain itu. Karena saya suka sama cowok ini karena mereka cenderung paham dan menjalankan apa-apa yang mereka yakini, saya justru jadi suka sama mereka karena mereka istiqomah ngejalaninnya. Saya justru kecewa dan nggak suka, kalau mereka termasuk jadi bagian orang-orang 'munafik' tadi, bahkan mungkin termasuk jika itu sama saya. Makanya saya lebih milih buat 'lihat dari jauh'.
Jodoh syukur, nggak jodoh yaudah. Nasib.

Cetek banget nggak sih pemikiran saya? Kadang saya suka ngerasa ini absurd dan nggak penting. Tapi gimana dong?

Mengenai punggung, saya jadi ingat, laki-laki yang saya suka saat ini, justru saya suka saat pertama kali melihat dia yang kebetulan saya lihat punggungnya.
Dan kebetulan lagi, si laki-laki ini juga penganut paham anti pacaran karena agama. Sedih nggak sih.

SEPARUH KITA by Ust. Salim A. Fillah

-menyambut akad Akhinda @ Muzammil Hasballah-
بارك الله لك ، وبارك عليك ، وجمع بينكما في خير
_______________
@salimafillah

tentu saja saat itu kau punya banyak pilihan
dan aku sama sekali tak masuk hitungan
aku bukan lelaki yang jika kaulihat membuatmu serasa menatap malaikat
juga bukan pria yang jika diajak bicara, membuatmu merasa ada dan berharga..

dan, sulit kubayangkan apa yang ada dalam benakmu, terlebih ayah ibumu
ketika di acara khithbah –setelah rombongan keluargaku tersesat
empat jam menyusuri peta buta, ditambah tiga jam berputar sana sini-
kukatakan pada keluarga besarmu, “urusan saya adalah segera menikah
tak jadi soal besar dengan siapa. jika tak kami dapat mertua di sini,
insyaallah akan kami cari di perjalanan pulang nanti.”

aku tahu, aku terlihat tak waras dan tak tahu malu dengan kekata itu
tapi hebatnya kau memahamiku, dan tertakjub aku
karena kau bisa meyakinkan walimu, bahkan wangsamu
hm, ternyata kita memang sejiwa, seakan ketika melirikmu sekilas
hatiku berkirim pesan, “aku bukannya tak sabar. hanya tak ingin menanti.
karena ketegasan macam ini adalah juga kesabaran –juga kesiapan diusir pulang.
karena bagiku, dalam penantian, ada lebih banyak celah syaithan.”

-aku sadar, sejak peristiwa itu kau mulai mengenalku, dan
menyiapkan diri untuk kelaknya banyak-banyak menyabariku-..

aku lalu tahu bahwa kau agak pemarah
tapi aku suka itu; karena marahmu selalu di atas alasan jitu
dan lagi kau tak sekeras bunda ‘aisyah yang membanting piring
ketika suaminya sedang menjamu tamu-tamu yang terbelalak lalu haru
kau juga tak sampai mengatai suami, “kau ini hanya mengaku-aku nabi!”

separah-parahnya yang kurasakan hanya tak kaubukakan pintu
seperti sayyidina ‘ali ketika dimarahi fathimah, lalu tidur berselimut debu
dan ketika itulah dia mendapat panggilan cinta dari mertua: abu turab..

dan lebih dari itu kau memintaku menjadikanmu khadijahku
itu artinya kau akan meneladaninya; misalnya dengan tak bertanya
ketika kau lihat beban menekuk mukaku, menggontaikan tubuhku
lalu kau persilakanku berbaring bukan di kamarmu, menyelimutiku
karena begitulah yang dilakukan khadijah ketika suaminya ditimbuni risalah
tapi menjadikanmu khadijah artinya juga;
takkan ada selain dirimu, sebelum Allah memanggilmu
soal yang ini doakan aku kuat; dan aku tak pernah berdoa agar terjadi cepat-cepat..

kau tak suka terlalu banyak dilihat mata, sejak lama..
tapi sesekali, bukankah Sang Nabi juga terlihat berlomba lari bersama istri..
menonton tarian tombak di masjid dengan saling bersandar dan pipi menempel pipi..
atau berkendara dengan memangku shafiyah dan lutut saling menyangga..

maka inilah kita mengenang masa, menyemangati yang muda-muda
bahwa membangun cinta memang seperti membina istana surga
tak mudah, tapi terus kita berusaha
aku yang selalu tertatih memahamimu
dan kaulah penepis goda, lalai, serta lena

tigabelas tahun bersamamu cinta, ada banyak yang tak dapat diungkap dengan kata
tapi ringkasnya begini: engkaulah separuh agama, penjaga ketaatanku..


Repost dari Facebook Ust. Salim A. Fillah

Rabu, 28 Juni 2017

Ingin Segera Menikah

Sebenernya, selayaknya wanita generasi millenial di zaman sekarang, saya juga termasuk dari perempuan yang nggak cengeng minta dinikahin cepet-cepet sama laki-laki atau pengen banget buru-buru nikah bahkan ketika laki-lakinya belum ada. C'mon, ini 2017. Bukan berarti saya nggak bisa hidup kalau nggak hidup sama laki-laki.
Biar begitu, ini juga nggak berarti saya masuk dalam bagian kaum-kaum anti nikah. Nikah itu penting buat saya. Lebih banyak positifnya daripada negatifnya. Bagian dari ibadah, membuka pintu surga dan rezeki, meneruskan keturunan, dan banyak lagi lainnya.

Saya sendiri juga sebenernya bukannya nggak mau menikah. Walau sekarang saya lebih sibuk cari duit daripada cari jodoh, tapi ada lah sekali dua kali saya ngebet banget pengen nikah. Apalagi di usia saya sekarang, rupanya udah mulai masuk usia rawan fitnah. Dan saya justru lebih dekat dengan teman laki-laki saya dibanding teman perempuan saya, jadi orang lain sering salah paham. Di kantor saya digosipin sama siapa, di peer group saya digosipinnya sama siapa, di lingkungan rumah, gosipnya lain lagi. Sedih.

Keinginan untuk segera punya pasangan sebenarnya mulai muncul di awal tahun ini. Saya pengen banget punya pasangan dengan segala alasan di baliknya, insyaAllah untuk alasan-alasan yang baik. Untuk alasan yang mungkin kurang baik dan agak konyol adalah karena saya pengen ke luar negeri lagi. Jadi, Bapak saya itu susah banget ngizinin saya buat pergi ke luar negeri sendirian. Sudah nggak kehitung berapa kali kami adu argumen tentang safe atau tidaknya saya pergi solo backpacking ke luar negeri. Saya mengalah. Setelah terakhir pergi solo backpacking ke luar negeri di tahun 2015, saya belum ke mana-mana lagi sampai saat ini. Itu tadi, Bapak saya parnoan dan kebanyakan nonton Banged Up Abroad.
Dan kenapa saya ngotot pergi ke luar negeri sendirian, sebab saya males nungguin orang lain atau temen-temen saya, yang nggak punya keinginan sama kayak saya. Jalan-jalan tuh buat kebanyakan orang jadi kebutuhan tersier, sementara buat saya jadi kebutuhan sekunder. Saya lebih baik nggak punya baju banyak daripada nggak jalan-jalan. Kenapa nggak ikut tur? Mahal, lagian sama aja nggak boleh sama Bapak saya.

Sebenernya intinya satu sih, Bapak saya tuh pengen anaknya jadi anak rumahan diem. Nah sayangnya, energi saya kebanyakan, dan jiwa saya nggak di rumah nor di tempat saya tinggal. Saya suka hidup nomaden, ngeliat tempat-tempat baru, kenalan sama orang baru, beradaptasi, terus cabut, terus diulang lagi prosesnya dari awal.

Makanya salah satu alasan saya pengen cepet-cepet nikah adalah karena saya pengen bisa jalan-jalan dan ngga dilarang bapak saya. Absurd emang alasannya. Tapi kalau kamu jadi saya, atau minimal jadi teman dekat saya, kamu pasti ngerti kenapa saya kayak gini. :"D

Senin, 26 Juni 2017

Perusak Moment Lebaran

Hari raya, khususnya lebaran, harusnya jadi momen yang membahagiakan buat semua orang. Gimana enggak, setelah satu bulan puasa, sebagian orang jadi bahagia karena jam makan dan tidurnya akan kembali lagi menjadi 'normal'. Setelah sekian bulan berjauhan, anak-anak yang merantau, bahagia bisa pulang ke rumah dan bertemu orangtua. Keluarga yang terpisah, bahagia karena bisa bertemu lagi dengan kerabatnya. Lebaran memang menyenangkan dan membawa kebahagiaan buat banyak orang, bahkan nggak cuma buat yang merayakan, tapi juga yang nggak merayakan bisa ngerasain bahagianya hari lebaran.

Tapi, momen lebaran yang penuh bahagia dan suka cita ini juga kadang suka bikin waswas. Seringkali kita justru ketemu sama perusak-perusak momen bahagia ini di saat lebaran. Apalagi kalau bukan ketemu sama geng kepo yang suka ceriwis nanyain ini itu? Saya yakin kamu pasti pernah ngerasain ini, at least sekali seumur hidup! Ditanyain ini itu yang bikin kamu awkward buat ngejawabnya. Nggak dijawab kesel, tapi kalo dijawab bikin sakit hati.
'Kok gendutan sih?', 'Siapa pacarnya sekarang?', 'Gimana, kok sampai sekarang belum keliatan jodohnya?', 'Udah lama kan lulusnya? Kok belum dapet kerja?', dan banyak pertanyaan lain yang ngeselin.

Semakin ke sini, entah kenapa saya ngerasa kalau kita (masyarakat Indonesia), sepertinya memang perlu edukasi soal bagaimana berbasa-basi yang baik, terutama dengan orang yang baru kita temui lagi setelah beberapa lama. Kita harus bisa ngebedain, bagaimana caranya 'menanyakan kabar' tanpa perlu mengulik privasi orang lain secara berlebihan.  Buat saya, tidak bertanya tentang hal-hal pribadi berbeda dengan tidak peduli.
Saya baru saja sekilas melihat video di Facebook BBC Indonesia tentang bagaimana etika berbasa-basi ketika lebaran (bertemu keluarga setelah lama nggak ketemu) menurut psikolog Roslina Verauli. Saya baru tau, ternyata basa-basi ini tergantung sama siapa lawan bicara kita (hmm iya sih). Contoh di video itu adalah misalnya ketika kita ngomong sama anak usia SD, kita lebih baik bertanya apa hobinya dibanding bertanya kemarin ia peringkat berapa, karena ternyata untuk anak seusia itu, achievement adalah masalah sensitif. Sedangkan bagi orang seusia saya (20-30 tahun), urusan jodoh dan karir yang menjadi masalah. Menurut Mbak Rosliana ini, sebenernya ketika berbasa-basi ini, seharusnya kita lebih mementingkan nilai-nilai keakrabannya (yang emang jadi niat awal kita) daripada nilai kompetisinya, toh kita nggak lagi menilai orang. Makanya, lebih baik kita mulai memilah-milih lagi pertanyaan yang akan kita ajukan, sebelum malah bikin kesel orang lain.

Kadang memang kita (duh, apalagi saya) suka nggak mikir panjang sih ketika bertanya sama orang lain. Kita nggak tau proses dibalik jawaban dari pertanyaan yang kita ajuin. Bisa jadi memang berat buat orang yang kita tanya, walaupun sepele banget menurut kita. Kayak misalnya ditanya, 'kok belum dapet kerja?', kita nggak tau kalo ternyata orang yang kita tanya itu sudah ikhtiar sekian lama demi dapet pekerjaan. Tentu memalukan dan menyedihkan buat orang-orang yang ditanya kayak gitu, karena harus memberi jawaban negatif walau dia sudah berusaha jujur.

Point yang menarik buat saya dari masalah ini adalah penting buat kita untuk mengubah pertanyaan-pertanyaan atau ucapan-ucapan yang kita lontarkan ketika berbasa-basi. Seperti misalnya tadi, daripada bertanya tentang achievement yang diraih oleh anak usia SD, kita lebih baik bertanya tentang hobinya sekarang atau hal yang paling dia suka sekarang. Daripada harus mengeluarkan komentar-komentar negatif akan kekurangan orang lain, lebih baik kita fokus untuk melihat sedikit saja sisi positifnya, kayak misalnya jika ada orang yang masih betah 'sendiri', daripada bertanya kenapa belum juga ia bertemu jodohnya, lebih baik jika kita memujinya yang mungkin saja sedang meningkatkan kualitas diri. Ini, saya sharing foto yang saya ambil dari postingan teman yang menyadur dari orang lain dan tercantum di situ. Mungkin bisa membantu kita untuk meminimalisir kemungkinan melukai orang lain.

Sedikit sharing pengalaman saya, walau nggak penting dan terlihat pathetic, tapi terlalu gatel buat saya pendam sendiri.

Jadi gini. Kebetulan saya pernah pacaran sama tetangga saya, dan hampir semua tetangga saya yang lain tau cerita kami. Sayangnya, hubungan saya dengan si pacar harus berakhir sekitar 3 tahun yang lalu. Lebih sayangnya lagi buat saya, si mantan pacar saya itu kebetulan lebih dahulu menikah daripada saya. Bisa kamu bayangin betapa senewennya saya menghadapi komentar-komentar tetangga sekitar saya soal ini? Saya berusaha mengerti, kalau mereka sebenarnya berniat untuk bercanda, walau nggak jarang saya juga sedih, karena kadang komentarnya nyebelin, kayak misalnya, 'kok kalah sih, si itu aja udah nemu yang baru', atau apa lah. Mereka nggak tau apa yang udah saya alami, karena saya berusaha untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi daripada muncul fitnah yang nggak jelas dan merugikan dua belah pihak.
Walaupun udah tiga tahun berlalu, dan bahkan dalam beberapa kesempatan saya juga udah lupa kalau saya pernah pacaran sama mantan pacar saya itu (yang saya yakin juga sebaliknya), ternyata tidak dengan tetangga-tetangga saya. Bedanya, beberapa dari mereka sekarang sudah lebih mengerti. Walau masih memasang wajah seolah-olah nasib saya menyedihkan, tapi mereka nggak lagi berkomentar yang sifatnya negatif. Sebaliknya, mereka justru mendoakan saya supaya segera bertemu jodoh dunia akhirat saya, supaya saya mendapatkan jodoh yang jauh lebih baik dari sebelum-sebelumnya, bahkan berdoa supaya saya bernasib lebih baik daripada yang bersangkutan (ok, well ini berlebihan). Saya sendiri bingung kenapa orang-orang ini nggak move on juga dari cerita lama saya. Tapi bagaimana pun, walau saya masih ngerasa saya sedang 'dikasihani', saya mencoba berusaha untuk berpikir positif, bahwa orang-orang ini peduli dengan saya dan menginginkan sesuatu yang baik untuk saya. Dan tentu saja, saya juga berharap bahwa setidaknya ada satu dari doa-doa tersebut yang dikabulkan dengan segera sama Allah, supaya membahagiakan saya dan orang-orang di sekitar saya, termasuk mereka yang tadi mendoakan.
Di sini titik sadar saya, bahwa hanya perlu sedikit usaha untuk mengubah suatu hal menjadi lebih positif. Dalam kasus ini, kita harus bisa mengubah pertanyaan atau ucapan yang sekiranya mampu melukai perasaan orang lain, menjadi pujian atau doa untuk kebahagiaan orang tersebut.
Jadi, tidak perlu kita merusak momen bahagia orang lain di saat lebaran, saat kita sebenarnya sedang berlomba-lomba mengumpulkan maaf dari orang lain akan dosa setahun sebelumnya. Belum tentu juga kita berjiwa ksatria untuk memohonkan maaf dari orang yang kita sakiti. Atau, apa kita siap harus menunggu satu tahun lagi untuk tulus meminta maaf?

"Barang siapa beriman pada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau lebih baik diam." (H.R. Bukhari & Muslim)

Minggu, 11 Juni 2017

Memutuskan untuk Berhijab

Bismillah.

Setelah mengalami pergolakan batin sekian tahun, entah kenapa kali ini gue bener-bener pengen berhijab. Dan insyaAllah mulai besok setelah sebelumnya gue berencana setelah lebaran idul fitri ini.

Entah kenapa memutuskan untuk berhijab kali ini bikin gue jadi nervous banget.
Ini sebenernya bukan sesuatu yang wow atau gimana emang. Ini tuh ga lebih dari cuma upaya buat berhenti ngelakuin dosa yang udah sekian tahun gue lakuin, dan juga bikin orang lain yang ngeliat gue ikutan dosa padahal mereka ga tau apa-apa. Dan yang lebih jahat lagi, bikin bokap gue semakin melangkah mendekati neraka.

Sampai detik ini, jujur aja gue masih ragu. Masih nanya ke diri sendiri, apa ini keputusan yang tepat walaupun gue tau itu bukan sesuatu yang harus diputuskan. Sudah ada yang memutuskan, kita (gue sih lebih tepatnya) cuma tinggal jalanin aja.

Apa niat kali ini tulus karena Allah ya? Atau hanya sekedar kepengen doang?
Apa nanti gue bakal istiqomah dengan keputusan ini?
Apa gue bakal berubah jadi lebih baik?

Berhijab di jaman sekarang identik sama yang namanya hijrah. Dan hijrah itu artinya lo meninggalkan yang dulu-dulu yang nggak baik jadi jiwa jiwa yang lebih baik. Gue kira-kira bisa ga ya kayak gitu?

Gue inget, gue punya temen di Instagram yang berhijrah. Dan proses hijrahnya dia itu kayak ngagetin banyak orang karena itu tiba-tiba banget. Dia dulunya manusia sekuler garis keras, pecinta kebebasan tanpa batas. Tiba-tiba dia berhijrah dan ngehapus semua cerita masa lalu dia. Dan ada di satu poin di mana dia bilang kalau dia udah sama sekali nggak punya keinginan buat nengok ke belakang ke masa lalunya dia.
Nah! That's what exactly I want ketika gue berhijrah nanti. Kalo bisa nggak setengah-setengah. Tapi sampai detik gue menulis ini, gue justru masih ngintip-ngintip ke belakang, questioning nanti kalo udah berhijab masih bisa gini ga ya, masih bisa gitu ga yaa.

Kata Fathiraz, beribadah itu memang harus dipaksa apapun alasannya. Tapi gue ga pengen itu jadi suatu paksaan yang bikin gue justru jadi nggak nyaman buat jalaninnya. Gue mau semua dilakuin dengan ikhlas. Tapi emang kalo nunggu gitu, gue mungkin baru akan berhijab nanti dan memperpanjang masa bakti gue di neraka.

Gue sendiri sadar berhijab bukan berarti gue kayak haji mabrur yang kemungkinan dosanya dihapus dan jadi suci. Berhijab cuma langkah awal, dan jadi penanda juga pengingat buat gue pribadi untuk berkelakuan layaknya ajaran agama yang gue yakini.
Dengan berhijab juga nggak bikin gue langsung berubah jadi Zahratul Jannah atau Mega Iskanti. Tapi ini juga bisa jadi langkah awal yang memungkinkan gue bisa jadi sebaik mereka. Ini juga jadi awal mula aturan-aturan hidup yang baru, bahwa ada beberapa hal yang perlu gue tinggalkan di masa lalu. Toh, janji Allah kalau seseorang berubah menjadi baik, ia akan mendapatkan lebih lebih dari apa yang ia tinggalkan.

Dan akhirnya, setelah sekian tahun mempertanyakan 'kenapa sih harus?' dan terlalu banyak pertanyaan 'kenapa' yang gue lontarkan untuk hal-hal yang sebenernya harusnya gue yakini, gue akhirnya memutuskan buat berhijab.
Walaupun di dalam hati kecil ini gue masih berkeyakinan kalau berhijab ini adalah masalah hati (well, even buat gue agama itu masalah hati makanya disebut keyakinan), tapi pada akhirnya gue bersyukur hati gue kali ini yakin.
Agama memang ternyata tentang sesuatu yang kita percaya dan kita yakini. Segala sesuatunya tentang berkorban, ikhlas, dan cinta. Ada banyak yang nggak bisa dijelasin secara logika (menurut gue pribadi, walau ini ternyata salah karena gue lupa pernah baca di mana, katanya logika itu ga bisa dipisahkan dari agama). Intinya, ini tentang cinta, yang bikin orang yang nggak cinta nggak ngerasain apa-apa yang dialami orang-orang yang lagi jatuh cinta.

Dan buat temen-temen yang sempet gue curhatin masalah ini, gue mau berterima kasih banget. Gue selalu berdoa, semoga apa yang udah kalian sampaikan ke gue, bisa jadi pahala buat kalian kelak. Asthary, Wahdah, Mas Hasan, dan terutama Fathiraz, yang nggak cuma sekali dua kali mengingatkan, tapi beribu kali, setiap kita ketemu sejak tahun 2014. Mulai dari caranya yang paling lembut kayaknya ngejelasin, ngasih cerita yang bagus-bagus, minjemin buku 99 Hijab Stories, sampai makin ke sini makin galak karena gue dilembutin ga berubah berubah juga.
Ada satu percakapan dari si item yang lumayan bikin gue jadi ngebuka hati waktu itu, waktu di kereta dia nanya kenapa gue selama ini sholat. Waktu mau gue jawab dia bilang, 'nggak usah dijawab panjang-panjang lah intinya karena wajib kan, yaudah lo samain aja prinsip berhijab sama sholat'. Ini nggak sepenuhnya bener dan bukan kata-kata paling cemerlang sih, tapi at least kata-kata ini justru yang bikin gue mikir. Lah gue ngapain ragu, ngapain nanya-nanya, ngapain masih males-malesan, kalo prinsipnya sama kayak sholat.

Ya balik lagi sih masalah hati. Memulai sesuatu yang sebelumnya nggak pernah dilakukan itu emang susah dan berat awalnya. Termasuk beribadah. Kata Fathiraz lagi, kalau beribadah itu mesti liat liat lagi kenapa bisa sampai nggak dikerjain, kalo emang nggak bisa dikasih janji-janji manis dari Allah, liat peringatannya. Kalau masih nggak takut, periksa lagi hatinya, mungkin ada yang salah. Kalau masih ada niatan tapi belum juga dilaksanakan ya dipaksa aja dari diri sendiri. Bukan maksa yang gimana sih, tapi berusaha buat ngelakuin itu terus menerus secara pelan-pelan, sampai nanti jadi kebiasaan. Awalnya, mungkin bisa jadi alasannya karena apa aja, nanti setelah terbiasa insyaAllah bakalan nemu kalo apa yang kita lakukan ini semata-mata karena cinta sama Allah dan agama islam. Hampir sama kayak cinta ke manusia, cinta sama Allah ini prosenya bukan cuma dicari, tapi juga ditemukan, dirasa, dibangun, dan dipelihara. Semoga kita adalah yang termasuk dari orang-orang yang menemukan dan bisa ngejaga cinta itu.

Bismillahirrahmannirrahiim,
Allahuma, ya muqallibal-qulub, thabbit qalbi 'ala dinik wa'ala thoatik.

Ya Allah, Tuhan yang membolak-balikan hati, tetapkanlah hatiku dalam agamamu dan ketaatan.

Aamiin

Jumat, 09 Juni 2017

A Woman with Dreams Needs a Man with Visions

Saya lupa pernah baca ini sekilas di mana, kayaknya di instagram seorang teman. Maaf buat temen saya itu kalau saya sampai lupa siapa yang ngepost quote itu sebenarnya, postingannya kalau nggak salah udah lama banget. Saya baca sekilas, tapi memori fotografi saya mampu merekam kata-kata itu (walau mungkin nggak sama persis) sampai sekarang.

Saya hampir 100% setuju dengan pernyataan itu.

Buat saya, memang, seharusnya dua orang tersebut, si perempuan dengan mimpi-mimpinya butuh laki-laki dengan visi-visinya. They will be a dynamic duo! Okelah, rasanya nggak perlu kita bahas urusan perempuan dan laki-laki, atau siapa lebih butuh siapa.
Tapi...

Pernah bayangin nggak sih, kalau kamu punya mimpi. Apa saja lah, asal bukan mimpi basah. Sebut saja, ketika sudah menikah nanti kamu ingin tinggal terpisah dari orangtua masing-masing. Atau, kamu ingin dapat beasiswa entah itu Erasmus atau LPDP dan menjadi bagian dari manusia-manusia diaspora. Atau, bermimpi menjelajahi dunia. Bukankah seru jika itu semua diraih bersama orang-orang yang ingin berjuang? Menjadi support system untuk masing-masing, mengingatkan, menanyakan progress pencapaian, mendengarkan keluhan, atau berpelukan merayakan kesuksesan.

Sekarang, mari bayangkan jika berbalik kejadiannya. Kamu punya mimpi, untuk sama-sama berhasil dalam suatu hal. Tapi, rekanmu itu tidak punya semangat yang sama besar dengan kamu. Atau mungkin ia punya tapi hanya sebatas di kepalanya. Lecutan semangat hanya berhenti di ujung bibirnya.
Kamu tidak akan merasakan euforia yang sama dengan orang yang sama-sama ingin berjuang.

Bete kan ya kalau ternyata supply tidak sesuai dengan demand layaknya prinsip stabilitas. Itulah mengapa saya sangat setuju dengan quote di atas tadi.

Baru-baru ini saya dan seorang teman punya satu misi. Dan ternyata, semakin hari, saya sadar kalau teman saya ini tidak punya keinginan yang sama besarnya seperti saya. Ketika saya ingin melaju, dia bahkan belum berencana untuk melangkah. Sebagai teman, jujur saya kecewa. Kami merancang semuanya berdua, mengucap harap bersama. Tapi, melihat pergerakannya, ini justru menjadi pertaruhan buat saya. Jelas lebih bahagia kalau pada akhirnya saya dan dia berhasil mewujudkan misi kami secara bersamaan. Tapi menunggu dia untuk bergerak, sama saja dengan membuang waktu dan kesempatan saya untuk mendapatkan yang lebih dari apa yang kami harap sebelumnya, atau malah skenario terburuknya kami sama-sama melewatkan kesempatan itu karena sama-sama tidak bergerak.

Inilah yang pada akhirnya membuat saya yakin bahwa ada bersama dengan orang(-orang) yang juga punya mimpi dan cita-cita, buat saya sangat penting untuk menjaga kita untuk tetap ada di jalur yang betul. Menjaga kita supaya tetap berfokus pada satu titik akhir, menopang ketika melemah, menyemangati ketika meragu, dan bersuka cita saat tiba di titik tujuan. Orang dengan mimpi yang sama besarnya denganmu (atau mungkin lebih hebat), akan tau bagaimana rasanya berjuang. Sementara orang yang mimpinya tidak sebesar milikmu, atau malah mungkin tak ada, kontribusinya hanya akan menambah rasa ragu akan kemampuan diri. Itulah sebab pepatah berbunyi, 'jika engkau berkawan dengan tukang minyak wangi, sudah pasti kau tertular baunya. Hal yang sama jika engkau berkawan dengan pandai besi'. Maka, jika kamu punya mimpi-mimpi dan cita-cita yang luar biasa, jangan buang waktumu dengan orang-orang yang biasa. Cari orang yang bisa menyalurkan energi positifnya dan menjadi simbiosis mutualisme yang baik untuk hidupmu. Duh, jangan sampai deh kamu geregetan kayak saya ngeliat si temen saya itu!

Kamis, 25 Mei 2017

Percakapan Tentang Masa Depan

"Sebenernya rencana kamu ke depan apa sih, mas?" tanyanya dengan nada yang sedikit tinggi.
Topik pembicaraan ini sebetulnya sudah belakangan ini mengisi percakapan kami berdua. Tentang ia yang mempertanyakan rencana masa depanku, kami lebih tepatnya. Sementara aku, sejuta kali ia tanyakan hal serupa, sejuta kali juga aku belum bisa menjawabnya.

Aku paham ia mulai geram. Kami ada di usia yang sudah layak untuk maju ke tahap selanjutnya, apalagi untuk perempuan sepertinya. Entahlah, aku tidak bisa menjawabnya dengan kata ya atau tidak.
Jangan salah, bukan tak ingin, sudah cukup lama aku merasa mantap ia cocok menjadi ibu dari anak-anakku dan teman hidup saat menua nanti. Tapi, ada juga hal-hal yang kurasa cukup memberatkan untuk diriku pribadi.
Dan itu yang menjadi pokok masalahnya. Ia kesal karena ia tak mengerti apa hal yang memberatkan itu. Dan sayangnya, bukan hanya ia, aku pun tak mengerti hal apa itu.

"Aku bosan dan sudah risih sebenarnya nanya hal yang sama ke kamu beribu kali. Tapi aku juga butuh jawaban yang lebih pasti, bukan cuma 'nanti' atau yang lain." Katanya mulai melunak. Ku baca raut air mukanya. Aku tahu ini sudah puncaknya, disentil sedikit menangis dia. Aku hanya terdiam, menunduk, dan menjadi pengecut yang bahkan tak berani untuk sekedar menatap wajahnya yang bertanya-tanya.
Sebetulnya bukan hanya dia, aku pun kesal pada diriku sendiri yang selalu terlalu lemah seperti ini setiap kali ia membahas masa depan kami.

"Aku tahu, Mas, ini bukan tentang kamu sayang atau enggak sama aku. Ini tentang berani atau enggaknya kamu mengambil keputusan yang paling penting dalam hidup kamu," katanya sambil sekilas ku lirik wajahnya.
"Keputusan yang paling penting untuk sisa hidupmu nanti." Tambahnya.

Kami terdiam sejenak, dengan kepala yang mulai panas karena terlalu pusing.

"Atau kamu belum juga yakin sama aku?" Tanyanya memecah keheningan itu, sekaligus pertahananku dalam 20 menit kami berdua di kamar kosku.

Emosiku mulai terpancing, dan sekarang bukan cuma kepala tapi hatiku juga mulai panas. Bagaimana bisa ia bertanya seperti itu.
Ku tatap ia lekat-lekat walau heran. Aku sadar tatapanku menajam, dan itu cukup untuk membuatnya menyesal berucap seperti tadi.
Adinda, percayalah, bukan hanya kamu yang memikirkan hal ini. Bukan hanya kamu yang sedih saat ini. Melihat matamu yang mulai basah membuat hatiku makin tertusuk. Ku akui, kali ini semuanya memang tentang salahku.
Tentang aku yang sekali lagi, terlalu pengecut karena tak berani melangkah maju, dan tentangku yang terlalu egois karena selalu menahanmu.
Aku mengenalmu Adinda, dan segala yang kutahu tentang dirimu sudah cukup membuatku percaya bahwa masa depanku indah denganmu. Kamu, perempuan kuat, mandiri, dan berani. Cerdas, sederhana, dan baik hati. Semuanya melengkapi apa-apa yang tidak padaku, begitu pun aku untukmu. Aku yakin bahwa kamu akan menjadi penyangga dan penyeimbangku. Tapi...

"Apa aku terlalu egois, Mas, hingga hanya aku yang memikirkan sendiri? Atau... " kata-katanya terhenti.
"Bukan itu, Dinda. Bukan salahmu bertanya akan hal itu. Hanya saja.." kataku akhirnya bersuara. Aku berhenti sejenak, memikirkan kata-kata apa yang ingin ku keluarkan.

"Aku belum bisa." Lanjutku sambil memalingkan wajah ke arah lain, tak ingin ku lihat raut mukanya.

"Jadi?" tanyanya, air mata menggantung di pelupuknya.

"Pilihannya hanya menunggu atau.."

"Sampai kapan? Atau apa?" tanyanya memburu. Aku menggeleng.

"Atau memang kalau kamu mau, kamu bisa pergi dari aku." Kataku, yang bahkan aku sendiri tak mengerti mengapa terucap dari mulutku. Ia hanya terdiam, pupil matanya membesar. Jelas, yang barusan bukan apa yang ia bayangkan sebelumnya. Air matanya menetes pelan. Tangisnya tak bersuara, tapi ku lihat punggungnya berguncang. Tak sampai hati ku lihat ini. Aku sayang perempuan ini. Yang justru menyakitkanku adalah fakta bahwa akulah sebab jatuhnya air mata itu.

"Dinda, aku butuh kamu percaya kalau aku sayang kamu. Dan apa yang kamu mau, juga jadi tujuanku. Tapi masih ada beberapa hal yang perlu aku tuju." Saat mengatakan hal itu, dapat ku rasakan dadaku bergemuruh, mungkin marah walau tak tahu apa yang membuatnya marah.
Ku genggam tangannya, ia diam saja masih larut dalam tangisnya yang tak bersuara. "Yang kita butuhkan saat ini hanya waktu, Dinda. Sedikiiiit saja, aku ingin kamu menunggu. Tapi kalau memang ternyata kamu buru-buru, nggak ada alasan buat aku nahan kamu." Tanpa sadar kugigit bibirku keras, menahan emosiku.

Dinda, mengangguk. Ia menghentikan tangisnya, tapi belum juga berani mengangkat wajahnya.
"Iya, mungkin memang butuh waktu." Katanya sambil menghapus air matanya. Ia membereskan barangnya, lalu bangkit meninggalkanku yang masih terdiam. Ia kemudian berlalu tanpa sama sekali menengok ke arahku. Ku kejar ia begitu tepat di depan pintu kamarku. Ku peluk ia, dan ini adalah pelukan pertamaku setelah sekian lama bersamanya.

"Maaf, Dinda." Kataku. Ia masih juga tak acuh, tapi badannya bergetar.
"Aku pergi dulu," katanya yang kali ini tak lagi bisa kutahan. Ia pergi bersama sejuta hal yang memenuhi kepala dan dadaku saat ini. Mulai dari hari pertama bersamanya, dan segala cerita di setiap detiknya, hingga hari ini.
Aku sadar membiarkannya pergi tadi bukan hanya akan menghancurkannya, tapi juga diriku sendiri dan semua impian yang selalu kuselipkan namanya di antaranya.
Adinda, aku mohon jangan pergi, walau tak bisa ku katakan jelas padamu. Temani aku, pria pengecut yang butuh kamu untuk sisa hidupku.
...
Kamar kos pukul 3.50

---

Kubaca sambil mendengar lagu Fiersa Besari berjudul Kau, Sheila On 7 Tentang Hidup, dan Float Sementara.

Senin, 15 Mei 2017

Untuk Kamu, si Penikmat Malam

Saya ingin menjadi orang yang membetulkan kerah bajumu saat ia terlipat kusut

Saya ingin merapikan rambutmu dan menjadi cerewet ketika mereka mulai memanjang berantakan

Saya ingin memastikan bahwa kamu tidak makan siang pukul dua, dan baru buka puasa satu jam setelah adzan berkumandang

Saya ingin menemanimu membeli celana jeans slimfit yang terlihat bagus di kaki panjangmu. Oh, dan kemeja flanel yang saya suka itu.

Saya ingin menyajikan kopi untukmu (kecuali senin dan kamis tentunya), dengan sedikit gula. Atau mungkin menemanimu duduk di coffee shop, sementara saya memesan teh. Semata karena kamu suka kopi, sementara saya lebih suka teh. Dan nanti akan saya bawa brownies buatan saya yang kamu suka itu.

Saya ingin kita mendengarkan lagu bersama kemudian membuat cover lagu-lagu itu, karena saya suka, selain punya selera musik yang sama, kita juga punya tone suara yang cocok satu sama lain. Saya ingin merasukimu dengan lagu-lagu yang saya suka, yang saya rasa cocok kamu tentu akan suka juga setelah mendengarnya.

Saya ingin, setelah selesai membaca buku, yang lagi-lagi hampir sama seleranya, kita membahasnya sambil menikmati waktu santai di akhir pekan.

Saya ingin kita lebih menikmati malam. Bercengkrama dalam kesepian. Menikmati lampu Jakarta. Kemudian berhenti di satu sudut, membeli nasi goreng seharga lima belas ribu. Saya akan memesan es teh yang esnya hanya sedikit, dan kamu akan memesan teh manis hangat.

Kemudian kita pulang, dan saling mengucap salam. Menanam rindu. Dan berharap esok hal-hal itu akan terulang kembali.

Sabtu, 06 Mei 2017

A Matter of Time

Kalau dibandingin sama teman-teman yang lain, gue sadar gue jauh ketinggalan. Dari berbagai hal. Satu teman gue udah jadi kartap di kantornya, teman yang lain udah naik pangkat, teman yang lain lagi gajinya bahkan 3x gaji gue sekarang, teman yang lain lagi sibuk ngejar beasiswa masternya, sementara teman yang lain mulai merintis bisnis setelah berhasil ngumpulin modal selama kerja, teman yang lain lagi stress ngurusin pernikahannya, sementara teman yang lain lagi excited ngelus-ngelus baby bump-nya yang mulai keliatan, dan yang lain lagi sibuk nyiapin pesta ulangtahun anaknya yang ke-2.

Sementara Ayunnisa?

Masih gini-gini aja. Masih di sini-sini aja. Yang kadang sering bikin gue mengeluh dan nanya, kenapa gue nggak kayak gini, kenapa gue begini, kenapa gue di sini. Lots of why questions! Lyk, I couldn't even see which positive parts of me except I can survive on this harsh world.

I do realise that these kind questions are actually bukan sesuatu yang vvovv gitu. Di luar sana juga banyak orang lain yang sama kayak gue. Kebanyakan nanya kenapa. Dan semuanya tau, ini sebenernya pertanyaan yang nggak butuh jawaban, dan cuma keluhan negatif dari orang yang nggak guna dan nggak punya kerjaan.
Gue sendiri sebenernya nggak pernah nanyain hal ini ke orang lain, karena sadar yang kayak gini tuh cuma sampah dan hanya akan spreading negativity ke orang lain di sekitar gue.

Tapi yaaa...
Namanya juga suka galau. Hal-hal kayak gini masih suka gue rasain dan bikin drop tsay~
Kenapa di usia segini karir gue masih belum oke. Kenapa circle gue itu-itu aja. Kenapa gue ga punya pacar. Kenapa belum menikah. Dan banyak hal lain yang selama ini juga rutin gue tanyakan ke diri sendiri.

Ketika baca artikel tentang 'time zone' di berbagai sosial media, gue sadar, itu memang hanya masalah waktu. Semua absurd dan jadi misteri buat hidup manusia itu sendiri.
Manusia nggak akan pernah tau kapan dia akan begitu, atau kapan dia akan begini. Dan semua manusia punya kesempatan yang sama walau dengan zona waktu yang berbeda-beda.

Sebagai orang yang agak well-planned, sebenernya gue nggak suka dengan term misteri hidup ini. :(
I set my life planning once in a year, untuk jangka panjang dan jangka pendek. Dan ketika dari semua planning-planning itu nggak berjalan lancar di waktu yang udah gue tentuin, gue bakal stress. Gue harus merombak lagi planning yang udah gue bikin sebelumnya. Dan ketika planning itu gagal lagi, gue stress lagi, begitu terus siklusnya.

Sekarang mungkin gue baru bisa menjadi diri gue yang sekarang. Tapi mungkin akhir tahun nanti, gue akan merasakan apa yang udah dialamin sama teman-teman sebelumnya. It's a matter of time, sekali lagi. Nggak perlu khawatir dan nggak perlu terlalu stress. Nanti pasti akan ada waktunya. Toh kata pepatah, GOOD THINGS ALWAYS COME TO THOSE WHO WAITS.
Jadi, sabar aja yaaa.. Just enjoy the life. :')

Jumat, 05 Mei 2017

Semoga..

Semoga sampai tiba saatnya nanti, Allah mencatatnya sebagai pahala buat kesabaran lo yang nggak pernah bosen ngingetin untuk segera berhijab setiap kali kita ketemu.

Semoga pertemanan yang udah lebih dari satu dasawarsa ini pada akhirnya bukan hanya buat di dunia, tapi juga di akhirat nanti.

Thank you, Tem. :')

#Baper





Jadi kemarin ceritanya gue nonton show-nya Kahitna di Bogor, dan salah satu lagu yang dibawain itu lagu ini yang termasuk salah satu lagu baru dari mereka. Jujur itu pertama kalinya gue denger lagu itu, dan gue suka banget! Malahan setelah itu, hampir 3 hari setelah denger lagu itu, gue dengerin terus dan nyanyiin terus, sampai dari yang awalnya gue cuma suka karena lagunya, sampai gue beneran baper denger lagu ini.
Menurut gue, lagu ini tipe lagunya Yovie, dan lagu Kahitna banget, liriknya sederhana tapi dewasa, dan melodinya itu luar biasa bikin nyess~ Lagunya tentang seseorang yang suka sama seseorang (lainnya), tapi dia nggak berani buat ngungkapin perasaan itu karena dia takut cintanya nggak berbalas.
Gue yakin ya, banyak orang yang pernah ngalamin hal kayak gini. Termasuk gue, jelas.. :)
Jadi, belakangan ini, gue suka sama seseorang. He's a type of a person that I like. Suka yang beneran suka dia personally dan suka dia karena naksir. Dia baik banget, kharismatik, sholeh, charming, generous, gentle dan segalanya yang bikin orang juga suka sama dia, baik cewek ataupun cowok. Kayak everyone fall for him gituuu karena dia memang luar biasa baik. :')
Gue tau, ada banyak perempuan yang suka sama dia, mulai dari A sampai Z. Dari yang ngumpet-ngumpet sampai terang-terangan (walaupun tetep implisit) suka sama dia. Dan gue, sebagai bagian dari cewek-cewek yang juga suka sama dia, sadar betul akan satu hal, dia nggak akan pernah suka sama gue kalau ngebandingin diri gue sama cewe-cewe lain yang juga suka sama dia.
These past days, ketika gue denger lagu Kahitna ini gue jadi sering kepikiran tentang orang yang gue suka ini. Gue mulai merunut kronologi kenapa gue bisa suka sama dia, dan akhirnya sampai pada kesimpulan, I fall in love with him. Yang kalau kata Raisa tuh bukan jatuh cinta, tapi jatuh hati dimana ku tak harus memilikimu tapi bolehkah ku selalu di dekatmu.
Lyk, gue selalu kepikiran dia terus. Dia di mana, dia lagi ngapain, dia mau apa, sampai ke mikirin apa pendapat dia kalau gue begini atau begitu.
But, I just can't tell him. Sama aja kayak ngegali lubang kubur sendiri. Why? Karena semakin gue mengenal dia, semakin gue tau bahwa gue juga ga akan pernah sama dia. Dia nggak akan suka balik ke gue dengan segala alasan dan faktor pendukungnya. Tapi jujur aja, ada keinginan dari gue buat berusaha jujur sama si oknum ini kalau gue suka sama dia.
Kalau ditanya kenapa sih gue  nggak bilang aja sama dia, sebenernya jawabannya simple. Gue takut perasaan ini nggak berbalas. One side love.
For addition, dia temen gue dan gue termasuk yang anti pertemanan rusak karena cinta. I don't want to ruin our friendship.
Tapi beneran deh, gue ga pernah semikirin orang lain kayak gini karena gue naksir sama dia. Gue pengen banget bilang sebenernya sama orang ini, kalau gue suka banget sama dia. Cuma untuk bilang. Gue cuma pengen dia tau, dan bagus kalau dari situ dia bisa ngeliat gue dari sisi yang lain. Dari sisi di mana gue bukan temennya.
Tapi sekali lagi, ngungkapin sayang ke orang lain itu dilema. Itu tuh kayak bom waktu yang tinggal nunggu meledak, dan ngerusakin apapun yang ada di sekitarnya. Semua yang udah lo bangun, mulai dari citra sama kualitas hubungan lo berdua itu sama-sama risky. Kalau ada yang pernah nonton drama korea Reply 1988, pasti pernah nonton scene di mana Deok Seon sama dua temen ceweknya lagi ngobrol, dan temennya baru aja patah hati karena ngaku suka sama orang yang dia suka dan got dumped. Terus temennya bilang, 'waenyol! Bodoh lo! Buat cewek-cewek kayak kita, cerita cinta kita tuh berakhir ketika kita ngaku kalau kita suka'.
Yes, mungkin itu juga berlaku buat gue. Walau sebenernya ya, kalaupun gue nantinya ngaku suka sama dia, gue akan bilang kalau gue suka personalitynya dia, dan gue pengen jadi temen deket, temen diskusi, support system-nya dia yang fully support dia di berbagai hal. Tapi gue beneran takut kalau ketika gue cerita ke dia itu bakal jadi cerita terakhir antara gue sama dia.
Gue berusaha untuk nggak mikin ini, tapi tetep yaaa gue jadi kepikiran terus. Bilang atau mendingan diem aja ya?

Minggu, 23 April 2017

That Should Be Me

"That should be me..."

Wah, akhirnya gue curhat tentang cerita sendiri lagi di blog gue sendiri. Bukan cerita orang, dan bukan titipan teman.

Jadi, tadi ceritanya gue ke kawinan temen gue. Nah kebetulan gue, temen gue, dan si suaminya ini masih ada dalam satu circle, jadi gue ketemu beberapa orang yang gue kenal di situ (even my ex!).

Tapi hilite malem ini justru bukan gue ketemu mantan gue, yang strangely bahkan temen-temen gue ga ngeh dan ga berakhir jadi bahan cengan (they didn't even put any attention!)

Hilite malem ini justru gue ketemu sama a-long-time-crush gue yang sebenernya gue suka dari kelas 1 SMA sampai kira-kira pertengahan kuliah (almost 4 years, sadly), dan sayangnya dia ngegandeng istrinya.

Gue sendiri bingung kenapa sedih, tapi yaaaa sedih aja karena waktu itu gue berjuang buat dia. Dan ketika perjuangan itu mulai keliatan sinarnya, gue justru balik kanan bubar jalan. GA TAU KENAPA!!

Yah, tapi gimana yaaa...
Namanya jodoh.
Yang berjuang juga pada akhirnya kalah sama yang tertulis di lauhul mahfudz~
Hix 😂

Dan kemudian lagu JB yang That Should Be Me ini keputer terus sejak gue dateng dan di lobby si Gembel ngebisikin, "ada Zeus ama cewenya tadi" sampai detik ini. Oke, bye! Kelar udah ceritanya, dan hanya akan ditertawakan di kemudian hari, bahwa ternyata slogan don't ever give up itu mungkin benar adanya, dan yang pasti hardwork never betray itu 100% betul.

Sudah Tiba Masanya

Oh ternyata..

Sudah tiba masanya ketika kegiatan di hari libur akhir pekan diisi dengan sowan ke acara pernikahan kawan.

Sudah tiba masanya, ketika bertemu mantan malah ngiranya tetangga dekat rumah biasa, sampai teman-temannya menyadarkan, 'oh iya, gue kan pernah pacaran ama dia!'

Sudah tiba masanya, ketika bertemu orang yang disuka bertahun-tahun dan yang bersangkutan justru mengenalkan istrinya, dan gue harus nitip salam untuk ibu dan adiknya awkwardly karena nggak enak dan berusaha sopan sama istrinya. (ini jauh lebih perih dibanding ketemu mantan ternyata :"))

Tapi yang paling sedih justru ternyata gue baru sadar, sudah tiba masanya ketika gue kumpul bareng temen-temen yang dulu luar biasa deketnya, cuma di acara-acara tertentu kayak nikahan gini. Langsung ketemu di lokasi tanpa janjian. Datang sendiri-sendiri. Dan langsung pulang masing-masing, tanpa nongkrong dulu ngobrol-ngobrol lucu.

Hix.

Kamis, 20 April 2017

OK, Let's Play


Jadi, di tengah keisengan gue, gue nemu postingan gambar ini di instastories-nya Avi. Terus gue suka dan gue minta ke Avi buat gue kirimin ke beberapa orang yang gue kenal, tapi karena menurut gue ini kayak anak kecil banget (kalo kata Gembel ini kayak mainan tukeran binder gitu), akhirnya cuma gue kirim ke Gembel ama Galih as closest poeple for me. Dan inilah jawaban mereka. Ketauan lah yaaa, yang niat jawab siapa, emang nunjukin banget how close we actually are.

Selasa, 18 April 2017

Sheila On 7 - Tentang Hidup lyrics HD





Gara-gara Anggi tadi nge-post di facebook soal lagu ini, gue jadi latah dengerin lagu ini dan pengen nulis tentang lagu ini juga.

Lagu ini menurut gue dark banget. Rasanya kayak harapan terakhir yang udah nggak bisa diucapin lagi dari dua orang yang bersama tapi udah nggak cocok lagi, tapi nggak mau pisah.

Dulu, waktu gue pacaran dan akan putus tapi gue masih belum mau putus, gue suka banget denger lagu ini. Pedih sih, tapi gimana ya, ngewakilin banget. Ibarat album Ghost Stories-nya Coldplay. :((

Selasa, 04 April 2017

Monita Tahalea -- Memulai Kembali (Official Video)





I really love this song to the moon and back. Gitarnya Gesit, suaranya Monita, Lombok, dan tone video klip ini bikin cinta setengah mati.

Minggu, 02 April 2017

Amore.

Jakarta, di kamarku lebih tepatnya. 3.25 am
Aku membujur kaku di kasurku. Bisa kudengar detak jantungku sendiri yang berdetak luar biasa kencang. Dadaku bergemuruh naik turun.
45 menit yang lalu, setan menghampiriku. Membuyarkan sadar dan memerintah otak untuk mencium bibir perempuan itu. Melumatnya hingga ia kesulitan bernafas. Tapi aku tak peduli bahkan jika itu nafas terakhirku.
Terus ku lumat bibirnya, kumainkan lidahnya. Terus turun hingga ke lehernya. Ia wangi dan aku ingin wangi itu untukku.
Ia sudah lepas kontrol dan mulai membalas seranganku.

Kamarnya, 2.34 am
Malam semakin panas.
Aku masih berdiri di balik pintu kamar apartemennya. Menahan ia agar tetap bersandar di pintu itu sementara aku masih menikmati lembut bibirnya. Tanganku mulai aktif bergerak, menyusuri tubuhnya mulai dari perut, pinggang, kemudian menuju dada. Pun mulutku bergerak menuju titik yang sama di antara keduanya. Ia mengerang, dan aku terhentak sadar.

2.35 am
Ku lepas ia sedikit kasar. Nafasku terengah begitu pun dia. Sekilas ku lihat bingung di wajahnya.
Aku tahu ada yang salah. Yang ku lakukan barusan adalah kesalahan.
Ku tinggalkan ia tanpa bicara.
Ke kamar mandi ku basuh muka, memaksa diriku untuk sadar.
Ia masih terdiam berdiri kaku di belakang pintu kamarnya yang kini terbuka.
Ia tidak sedikit pun berbicara. Aku tak berani menatapnya, tapi aku tahu dia menangis tanpa suara.
Tanpa pamit aku pergi. Meninggalkannya menangis sendiri.

3.30 am
Di kasurku aku masih kalut.
Aku mencintai wanita itu dan aku hampir merusaknya.
Aku ingin dia, dan entah mengapa menginginkannya dengan cara seperti itu.

Rabu, 22 Maret 2017

Ailee - That Woman | 에일리 - 그 여자 [Immortal Songs 2]





Secret Garden itu salah satu dari sekian drama korea yang gue tonton, dan gue suka banget sama original soundtrack-nya yang judulnya That Man/That Woman. Either Baek Ji Young atau Hyun Bin yang nyanyi gue suka bangeeeet, sampai akhirnya nemu versi yang ini.......







OMG, I DO REALLY LOVE THIS VERSION!!!!

Their voice...like ergh...bagus bangeeeeeeeeeeeeeet!!!!

Sabtu, 25 Februari 2017

Keluarga

Saya jarang bercerita tentang keluarga saya pada siapa pun.
Entah kenapa.

Minggu, 19 Februari 2017

Sabtu, 18 Februari 2017

Kunto Aji - Sementara (Cover Float) | Urban Gigs 2016





Hai,



ini norak sih. Tapi gue beneran pengen nonton ini bareng sama lo.

Because I know we love this song so much, and we used to sing it together.

Hari ini gue scrolling youtube cover lagu ini, dan nemu beberapa yang bagus banget salah satunya versinya Kunto Aji ini, lagunya jadi lebih ngeband dan lebih enak buat dipake sing along.

Kapan-kapan nonton bareng, yuk!

Kamu Bukan Siapa-siapa

kamu bukan siapa siapa.

kamu hanya orang yang tau segala rahasianya.

tapi kamu bukan siapa siapa.

kamu hanya orang yang memberi suport kepadanya setiap hari saat dia sedih, saat dia merasa jatuh, dan saat dia sakit.

tapi kamu bukan siapa siapa.

kamu hanya orang yg merasa bahagia disaat dia bahagia, merasa sedih disaat dia sedih.

tapi kamu bukan siapa siapa.

kamu hanya orang yang selalu ada saat dia membutuhkanmu.

tapi kamu bukan siapa siapa.

kamu hanya orang yang selalu menyebut namanya dalam doa.

tapi ingat,

kamu bukan siapa siapanya.



Ps: ini puisinya Ayas :D

Selasa, 14 Februari 2017

【TVPP】Ailee - Stand Up For Love, 에일리 - Stand Up For Love @ Beautiful Con...





Ailee is one of the best Korean singer that I know. Well, cuma tau dia doang sih, tapi njir suaranya emang bagus dan gue suka banget. Dan her english is so good since she's an American. Daebak, Ailee!

Minggu, 12 Februari 2017

Bapak

Tadi, aku duduk di sebelah Bapak yang terbaring di kasur IGD Rumah Sakit.
Sambil memalingkan wajah aku menangis.
Bapak jelas melihat itu.
Sekilas ada gerakan tangannya ingin menyentuhku.
Lalu ia mengajak berbicara, yang ringan saja, bertanya Adik kemana.
Ku jawab biasa.
Tak lagi bisa ku sembunyikan mataku yang basah.
Aku membiarkannya, agar Bapak juga tahu aku takut ia kenapa-kenapa.
Sedih rasanya melihat Bapak terbaring lemah.
Bapak yang hampir seperempat abad ini ku lihat kuat dan gagah.
Yang menganggap bahwa sakit dan menangis adalah hal yang memalukan.
Maka dari itu, tak pernah sekalipun aku berencana mengurai tangis di hadapnya.
Tapi kali ini beda.
Bapak sedang sakit, dan aku tak tega melihatnya.
Cepat sembuh, Pak.
Syafakallah.
Semoga sakit ini menjadi penggugur dosa.
Aamiin Allahuma aamiin

Rumah Sakit

Rumah sakit sejatinya adalah tempat menangis dan bermunajat paling sempurna
Mengharap Tuhan memberi derma
Bukti jika manusia tiada daya

Sabtu, 11 Februari 2017

Andai Aku Besar Nanti







Gara-gara seharian ini baca wordpress temen SD yang namanya Dinda, gue jadi dengerin lagu-lagu Sherina di album masa kecilnya dia. Dan gara-gara dengerin lagu-lagu itu, jadi bring back memories banget, di mana dulu Sherina tuh jadi role model banget buat anak-anak cewe usia SD/SMP.



Sherina tuh panutan. Dan gue pernah berjanji sama diri gue sendiri, nanti ketika gue punya anak, gue pengen lagu-lagunya jadi lullaby buat anak gue, dan jadi referensi musik ketika dia masih piyik dan belum kenal kata cinta.



Gue yakin, bukan cuma gue yang berpikiran kayak gitu, tapi juga banyak perempuan seusia gue di luar sana. Jadi, semoga lagu-lagu Sherina bisa jadi everlasting love song buat perempuan-perempuan Indonesia.

Jumat, 10 Februari 2017

Kala Hujan Hari Itu

Jika kebanyakan orang ingin hujan berhenti, tidak dengan saya.
Saya lebih suka ketika hujan dan kita terjebak kemacetan jalanan.
Mengerut kedinginan akan AC mobil yang menyala
Lalu sambil bercengkrama dan sesekali menatap ke jendela,
kita bersenandung mendengarkan lagu India Arie yang sama-sama kita suka.

Sungguh saya suka hujan.

Senin, 06 Februari 2017

72 days

I was so scared to death. Aku nggak akan ngeliat dia lagi nanti. But nothing better than having her smile after missing it for 72 days.

She was in comma. She got hit by a motorbike, and I hate that bastard for almost loosing my love.

You know what, 72 days, equal to me missing my boyfriend's love. I lost it to another girl. I hate that bastard as well.

Kereta Pagi Ini, Lagu Intuisi, dan Suasana Hati

Jadi tadi pagi, seperti biasanya gue naik kereta menuju kantor. Ternyata, kereta pagi ini tuh lagi bermasalah dan ngantri banget buat masuk Stasiun Manggarai. Pas gue sampe stasiun Jatinegara, ternyata di jalur sebelah jalur kereta gue ada kereta sebelumnya yang berangkat sebelum kereta gue. Karena tau kereta itu bakal jalan duluan, gue akhirnya berniat pindah ke kereta itu.
Tapiiiiii,sedih banget karena orang-orang di kereta itu ga ngizinin gue buat masuk ke kereta itu karena udah padet banget. Oke, karena gue ga bisa masuk, gue balik lagi ke kereta gue sebelumnya, dan karena gue udah malu buat balik ke gerbong sebelumnya (well, gerbong ini tuh enak banget sebenernya, lega dan kosong), gue jadi jalan lagi buat nyari gerbong lain. Sampe akhirnya gue nemu gerbong yang lain yang ternyata penuh dan ga senyaman gerbong sebelumnya.

Randomly, malem ini gue terlalu banyak dengerin lagu Yura Yunita yang Intuisi. Akibatnya jelas, gue baper.
Gue jadi menganalogikan suasana hati gue sama situasi KRL gue tadi pagi.

Gue udah berhasil buat cabut dari gerbong gue yang lama dan nyaman tadi buat ke kereta baru yang jalan lebih dulu. Sayang, 'kereta' itu udah 'terisi' penuh, sehingga gue ga bisa buat naik kereta itu lagi.
Well, lemme tell you yak. Sebenernya bisa aja gue naik kereta itu. Masih ada beberapa space kosong buat gue isi. Tapi 'orang-orang' dalam kereta itu cuma diem aja, ga 'ngasih tau' dan ngajak gue buat masuk ke kereta itu. Dan gue tipe orang yang tau diri. Ketika tau kalo 'kereta' itu udah keisi, gue cabut. Ngebiarin 'kereta' itu jalan duluan beserta 'isinya'.

Dan gue, yang udah terlalu malu untuk balik ke 'gerbong lama' tadi, memilih buat nyari 'gerbong' lain, walau gue tau 'gerbong lama' tadi masih mau nerima gue dan memberi gue kenyamanan lebih dari 'gerbong-gerbong' selanjutnya.

Akhirnya gue nemu dan naik ke 'gerbong baru'. Jelas nggak senyaman 'gerbong lama', dia lebih sesak tapi masih ngasih gue space yang cukup dan nyaman. Dan jelas, 'gerbong baru' ini jauh lebih nyaman dan manusiawi dibanding dengan 'kereta kedua' yang penuh minta ampun.
Walau begitu gue sadar, 'gerbong baru' ini mau nerima gue, walau dia ga senyaman 'gerbong lama'. Toh pada akhirnya, gue juga sadar, gue butuh 'gerbong baru' ini, walau dia jalan setelah 'kereta kedua', dia akan tetap memenuhi kebutuhan gue dengan mengantar gue ke tujuan gue.

Ngerti ga sih?
Engga?
Yaudah, gausah dingertiin.

Fear

Ay, sebenernya lo pengen cowok yang kayak gimana, sih?

Simply, he loves me. Umm.. And of course my family.

Why?

Karena he knows what to do when he loves me. He understands me. He won't hurt me. Would you hurt the one that you love? No, rite? That's it. I don't want to be hurt anymore.

You haven't even move on from your past, Ay.

I moved. This pain turned into fear. A fear that he/she doesn't love you back when you deeply in love with him/her. And it's haunting me.

Senja

Kita melukis senja yang sama
Menggurat rona jingga
Yang kepadanya kita bercerita
Tentang angan dan cita-cita
Serta harapan di kala tua
Tapi kini senja kita berbeda
Bukan lagi di barat, tapi di utara
Tak ada lagi asa
Hanya kisah yang sia-sia

Rabu, 01 Februari 2017

(Bukan) Persahabatan Dudung Maman

Judul diatas emang agak gue mirip-miripin sama judul lagunya Cangcuters yang menurut gue sweet elegan gitu.
Iya. Persahabatan Dudung-Maman emang sweet, soalnya tak pernah lekang oleh zaman.
Iya, persahabatan tuh suppose to be sweet. Kalo bisa nggak lekang oleh zaman.
Tapi menurut gue, ga semua persahabatan harus se-sweet itu. Dan ada kalanya persahabatan itu bisa kalah sama zaman.


Beberapa dari kita gue rasa pernah ngerasain masa-masa labil jaman SMP. Dan beberapa dari kita juga pernah ngerasain yang namanya ‘sahabatan’ sama temen yang berlawanan jenis sama kita.

Waktu gue SMP, yang gue rasa sebagai masa paling labil dalam hidup gue, gue juga sempet pernah berteman dekat sama seorang temen cowok. Yaa bisa dibilang seorang sih, walaupun emang temen gue waktu itu (hampir) cowok semua. Tapi ada beberapa hal yg beda yang berjalan diantara kita dibanding antara gue dan temen lain.

Hal yang beda disini yang paling gampang gue contohin misalnya curhat-curhatan. Curhatan gue ke dia mungkin lebih pribadi dibanding curhatan ke temen lain.

Selain dari curhatan itu, kita juga punya panggilan 'sayang’ diantara kita. Kita saling manggil 'nyet’ gitu.
Yaaaa ala-ala jaman dulu lah.


Sesuatu yang kayak gitu mungkin banyak dialamin sama sebagian dari kita.

Nah, mungkin karena saking banyaknya yang kayak gitu, maka muncul lah anggapan-anggapan yang bilang kalo yang namanya persahabatan cewek-cowok itu bullshit, karena ujung-ujungnya bakal jadian.

Gue jadi agak-agak gimanaaaa gitu sama anggapan-anggapan kayak gini.

Antara setuju nggak setuju sih.

Setuju, karena sebagian mungkin emang berakhir kayak gitu.

Nggak setuju, karena gue nggak kayak gitu.


Tapi semakin gue gede, gue rasa gue semakin berubah.

Gue mulai mengubah pemahaman gue soal persahabatan.

Sampai pada suatu waktu, ada dosen yang nanya, “di kelas ini siapa yang nggak punya sahabat?”, gue doang yang nunjuk tangan.


Semakin gue mengerti, semakin gue ngerasa gue belum punya sahabat. Bukan berarti gue ga bersyukur sama temen-temen yang gue punya. Tapi gue ngerasa kalo istilah sahabat itu harusnya bersifat sakral dan ga sembarangan di labelin ke banyak orang. Ada banyak hal yang perlu kita laluin bareng buat merasa ya, dia sahabat gue. Tapi hal-hal itu juga bukan sembarang hal. Hal-hal yang gue laluin sama dia itu tentunya harus hal-hal yang agak sentimentil dan berkesan buat gue.

Emang lebay sih. Tapi wajar menurut gue karena pandangan sahabat itu sakral.


Bicara soal persahabatan cewek-cowok ini menurut gue agak ribet. Semua punya pandangan masing-masing soal hal ini.

Tapi menurut gue kita selalu punya batasan dalam hal apapun.

Itulah yang gue sebut persahabatan ga harus se-sweet itu, dan bisa kalah sama zaman.

Persahabatan model begini emang kemungkinan berakhir di dua ujung. Berujung jadi sweet, atau malah kalah sama zaman/waktu.

Berakhir jadi sweet manakala lo dan sahabat lo itu berakhir menjadi pasangan. Lalu berujung kalah dari waktu manakala lo dan sahabat lo harus berangsur-angsur menjauh ketika semakin waktu lo semakin sibuk dengan hidup lo sendiri.


Gue ga akan ngomongin persahabatan yang berakhir jadi pasangan, karena yaudah stop disitu.

Gue tertarik ngebahas persahabatan yang semakin lama akan semakin 'habis’.

Gue sama temen deket gue yang gue panggil Nyet itu awalnya deket banget. Kira-kira waktu kita kelas 2 SMP lah. Tapi kemudian kita kalah sama waktu. Kita lebih sibuk sama hidup kita masing-masing dan orang-orang baru di hidup kita. Kita juga akuin hal itu. Dan kita juga akuin kita bukan sahabat (lagi). Lepas dari Nyet ini, gue belum tertarik untuk berteman dekat hanya dengan satu orang.


Ketemu orang baru menurut gue bisa jadi faktor utama kita nggak lagi bersahabat.

Ketemu orang baru ini bisa jadi ketemu sahabat baru atau malah pasangan hidup.


Gue sering nemu beberapa sahabat yang kemudian harus berhenti bersahabat karena pasangannya.

Rasa cemburu jelas jadi faktor utama.

Tapi gue rasa hal ini tuh hal yang wajar kalo sampe pasangan lo sempet cemburu sama sahabat lo.

Apalagi kalo lo sahabatannya agak kurang wajar yaa. Kayak misalnya sayang-sayangan, atau ngasih perhatian lebih, sampe ngelebihin perlakuan ke pasangan sendiri.

Terkait hal ini, gue bahkan pernah baca sesuatu yang menarik. “sahabat pacar lo adalah orang yang harus paling lo waspadai”. Eh tapi ini sahabat lawan jenis yaa.


Nah, semakin kita gede tentunya ada hal-hal yang perlu tinggalin kan. Karena kita akan semakin dewasa. Pola hidup kita akan semakin mengerucut dari punya banyak temen, punya sahabat, punya pasangan, sampe akhirnya ketika lo mati lo akan sendirian.


Gue sering mengandai-andai, gimana nanti gue sama temen-temen gue. Apa gue bakal tetep sama kayak sekarang?

Gue ngerasa ya, masa-masa keemasan sahabat cewek-cowok itu udah seharusnya dikurangin.

Ga bisa kita kayak jaman SMP lagi, dimana hal itu keren banget pada masanya.

Kita akan punya pasangan, begitu juga sahabat kita.

Sebagai sahabat yang baik, tentu kita harus menghargai satu sama lain. Termasuk ngehargain pasangan masing-masing.

Bukan harus berhenti sama sekali.

Tapi harus lebih pengertian, bahwa kondisi kita udah ga sama kayak dulu.

Beberapa hal yang kita lakuin mungkin akan ditanggapi secara berbeda sama 'teman’ sahabat kita itu.


Persahabatan yang pernah kita laluin mungkin emang sweet banget. Tapi lo juga harus tau diri, kapan lo harus mundur dari hal-hal kayak gitu. Kalo memang lo ga bisa mundur, lo dan pasangan lo tentunya harus punya kesepakatan akan bagaimana seharusnya persahabatan yang 'benar’ itu.


Kalo buat gue pribadi, sahabatan yang isinya cuma dua orang dan beda gender kayak gitu tuh udah ga lucu lagi sih.

Care boleh, tapi untuk rasa sayang…

Umm.. Gimana ya? Hhaha agak susah definisinya.

Yang pasti harus saling menghargai pasangan masing-masing deh.


Piss!

untitled

Jaman sekarang, kebaikan orang lain hanyalah sebuah keberuntungan. Jangan pernah harapkan itu. Lebih baik kamu baik pada dirimu sendiri. Setidaknya, kamu tidak akan pernah menipu dirimu sendiri.

Cerita Tentang Sitia

Random kali ini adalah tentang Sitia. Gue barusan ngirim whatsapp message ke dia which I stated that, 'kalo gue cowok kayaknya gue bakal naksir lo deh!'
Yes, it sounds creepy yet awkward. Terus Sitia nanya, 'why?', gue bilang gue juga ga ngerti kenapa, simply just because menurut gue dia cewe indie dan gue suka orang-orang indie karena mereka tuh ga ribet.
Terus dia bilang, 'Ay... regardless my gender Ay, I like you too. And that's probably why we still be friend to each other.'
Bener juga sih, sekarang pun, regardless my gender I like her. We actually have been through thick and thin in our teens. She's one of my best girl friends whom I only have a few.
Kalo diinget-inget dari jaman kelas satu SMA, Sitia itu banyak kontranya sama gue. We often argue. But still, she's my 'transmisi' to my 'switching' (pardon, local talk). We just click in our own way.
I sometimes envy her. She is way better than me in many ways. But as a friend, I also grateful for what she achieved so far. She deserves it.
She's the one who asked me an apology for not being able to made me 'a better person', yet I know, I am the one who actually need to sorry to her since I still cannot be a better friend of her. After all this time.
Teman yang baik, teman dunia akhirat. Semoga segera ya, Sit.
Salam rindu,
Dea Ananda.
*ini ga geuleuh sama sekali*
*ini sincere*

Mencintaimu

Mencintaimu kini menjadi tidak menarik, sebab aku melihat matamu berfokus ke lain titik.

Aku hanya tak ingin memaksa, jika yang terbaik justru dengan mengurai rasa.

Karena cinta yang indah memang cinta yang berbalas. Tapi jika tidak, untuk apa aku memelas.

Kucukupkan sampai di sini, dan tiba saat untuk ku pergi.

Cikini, di awal Februari.

Senin, 30 Januari 2017

Aku Ingin Bersama

Aku ingin bersama.
Bercerita.
Sambil membelah jalanan ibu kota dengan roda dua.

Gue Jatuh Cinta

Gue kayaknya jatuh cinta deh, Ay. Kata seorang kawan malam itu.
Dan aku hanya tersenyum, tanpa sedikit pun merasa harus menoleh.
"Gue serius ini. Gue ga cerita ke siapapun kecuali lo." Ujarnya serius. Kali ini aku terpaksa harus melihat wajahnya, untuk meyakinkan bahwa aku juga serius mendengar kata-katanya.
"Sama siapa?" Tanyaku.
"Sama temen kantor gue!" Jawabnya antusias. Dan kali ini dapat kupastikan ia sedang jatuh cinta. Matanya berbicara. Dan aku tersenyum lebih lebar kali ini.
"How do you know?" Tanyaku lagi.
"Well, I don't know. Tapi gue tau gue jatuh cinta sama dia."
"How?" Ulangku sambil mengaduk minuman di depanku, bibirku masih tersenyum.
"I act silly. Lo tau? Gue tadi sholat dzuhur, dan gue sholat sendiri. Nggak lama, dia dateng ke mushola, sendirian juga, pas banget waktu gue salam."
"Terus?"
"Begitu ngeliat dia, gue langsung berdiri lagi terus gue tanya dia, 'Mau jamaahan? Tadi gue baru sholat sunah doang kok.' Terus dia jawab, 'boleh'."
Refleks aku tertawa mendengarnya. Terlalu polos untuk seorang 24 tahun.
"Gue tau itu goblok banget. Tapi pas selesai gue imamin dia, gue berharap itu terjadi terus lima kali setiap harinya."

Senin, 23 Januari 2017

Baper

Sebenernya kemarin baca buku ini tanpa sengaja, pas liat Anna balikin buku ini yang dia pinjem dari Ditta, gue jadi tertarik buat baca.
Sekilas gue baca, gue jadi suka dan akhirnya minjem buku ini. Isinya tentang kehidupan pernikahan Mas Fahd sendiri dengan istrinya Mbak Rizqa.

Sambil seharian ini dengerin lagunya Coldplay yang Everglow, gue jadi baper dan pengen cepet-cepet nikah.
Semoga nanti, ketika saatnya gue menikah, gue bisa bersanding sama seorang suami yang saling mengerti dan mensupport satu sama lain dalam semua hal kayak di buku ini. Aamiin Allahumma aamiin.

Jumat, 20 Januari 2017

Apa Salahnya?

Kata seorang kawan, 'apa yang salah sih dengan perempuan yang lebih dulu suka dengan laki-laki?'

Kataku, 'aku tak berkata itu salah, tapi jujur saja aku lebih suka diam dan berdoa'.

Balasnya, 'apa arti berdoa tanpa berusaha?'

Kubilang, 'entahlah, mungkin ini caraku merajuk pada Tuhan'.

'Bahkan anak kecil pun menangis dahulu baru merajuk ia." Kilah kawanku.

Aku diam. Ia benar.
Mungkin aku tak benar-benar suka, maka aku tak pernah berusaha.

Rabu, 18 Januari 2017

Random Setiap Saat

Gue akui, gue anaknya suka random di saat yang random juga.
Kadang random-nya dalam bentuk yang oke sih.

Kayak hari ini.
Baru aja gue menelfon seorang customer, tapi ternyata yang ngangkat telfon anaknya. Karena ga bisa berlama-lama, gue bilang 'nanti biar aku telfon lagi, yaa papanyaa'.
Terus tepat sebelum telepon itu gue tutup, anak perempuan kecil itu nahan gue,
"eh mbak, mbak! Bar maghrib ae nelfone, soale bapak baru pulang habis maghrib," katanya. Terus dia ketawa sama temen-temennya dan langsung nutup teleponnya tanpa nunggu respon gue.

Selesai teleponnya ditutup, bukannya gue kesel, gue malah ketawa. Gue seneng banget denger ketawanya anak-anak tadi. It's kinda like what we call little things mean a lot, when a simple laugh dari anak-anak itu bisa bikin gue grinning ear to ear. :))

Kamis, 05 Januari 2017

Support System

Gue inget sekitar tahun 2016 yang lalu, seorang teman pernah curhat tentang dia yang lagi berantem sama pacarnya.

"Gue sebel ya, dia itu gini, gini, gini..... Gue tuh maunya pacaran sama-sama jadi support system, bukan malah jadi kompetitor. Kalo engga ya bisa putus lah pacarannya!" Keluh dia kesal waktu itu.

Waktu itu gue langsung berpikiran, oh iya ya, pacaran itu harus saling support in almost every single thing, bukannya saling bersaing membuktikan diri yang satu lebih baik dari diri yang lain.

--
Kemarin, gue pulang bareng temen gue yang lain. Di perjalanan, dia cerita kalo dia saat ini lagi deket sama seseorang. Tapiii, dia ga mau disebut pacaran. Hanya dekat, katanya. Punya komitmen untuk saling mensupport satu sama lain, sampai nanti tiba waktunya akan disahkan.
Lagi-lagi tentang support. Di lain waktu, gue pernah pulang bareng temen gue yang lain dan ngomongin tentang benefit punya pacar.
Jadi, ceritanya si temen gue ini nggak mau pacaran. Tapi, dia bilang, "tapi kadang-kadang mau sih. Maksud gue, kadang kalau lagi down atau lagi kenapa gitu, pengen rasanya punya orang yang bisa diceritain." katanya sedih 😂

Nah sebenernya yang dicari bukan 'pacar' atau status pacaran itu sendiri. Tapi memang mungkin yang dibutuhkan sebenernya si support system itu. Memang beda sih kalo punya pacar, tapi sebenernya siapa aja bisa jadi support system. Teman, guru, dosen, atau malah orang yang baru dikenal.

Gue sangat setuju sama temen gue yang pertama. Kita butuh si 'support system' itu, dan ga perlu dalam bentuk pacar. Tapi kalo emang lebih dari temen, yaa susah juga kalo ga dibilang pacar.

Jadi, mari kita saling support!

Minggu, 01 Januari 2017

Karena Memang Almost tuh Selalu Never Enough

Sekitar tiga hari belakangan ini, gue lagi suka banget dengerin lagunya Ariana Grande yang 'Almost is Never Enough'. Terus sambil nyanyi, gue suka kepikiran liriknya gitu. Gila ya, kalo aja kejadian beneran agak nyesek sih, terutama di bagian yang ini.

Almost, almost is never enough
So close to being in love
If I would have known that you wanted me the way I wanted you
Then maybe we wouldn't be two worlds apart
But right here in each other's arms

Tadi, pas lagi di mobil nyanyi-nyanyi lagu ini, tiba-tiba gue randomly keingetan gosipan gue sama temen gue di akhir tahun kemarin. Jadi ceritanya, temen gue itu suka banget ngegodain dan 'nyie-nyie-in' seorang cewek dan cowok yang menurut dia lagi deket. Alesannya sih simple, menurut dia mereka suka secretly doing something to each other, kayak misalnya, si cewek suka bawain makanan buat si cowok, terus si cowok juga suka nyamperin si cewek dan sholat bareng.

Lucunya, si temen gue ini keukeuh banget nih ada sesuatu di antara dua orang ini. Tapiiii...sayangnya, dua orang ini juga keukeuh bnaget kalo di antara mereka nggak ada apa-apa. Point penjelasannya sama kalo kata temen gue ini, mereka kompak bilangnya, "enggak, nggak ada apa-apa. Gue nggak suka sama dia, dan dia juga nggak suka sama dia." Dan setelah dijelasin ke mereka alesan kenapa si temen gue ini nganggep ada apa-apa di antara mereka, dua-duanya nganggepnya itu biasa aja, karena itu hal-hal yang lumrah dan biasa mereka lakuin ke orang lain, ga cuma ke 'dia'.

Sampe sekarang, si temen gue ini masih semangat banget buat nyie-nyie-in dua orang ini, walaupun oknum yang bersangkutan udah sama-sama deny kalo ada sesuatu di antara mereka. Gue jadi inget lagi kata temen gue, biasanya kalo ada dua orang dijodoh-jodohin atau di-cie-cie-in dan dua-duanya sama-sama ngotot bilang enggak, ujung-ujungnya malah jadi, karena mereka kemakan tulah dan kena karma! Hhaha, apa banget emang -_-'

Nah, terus gara-gara lagu Ariana tadi, gue tiba-tiba kepikiran. Gimana ya, kalo ternyata dua orang ini sama-sama suka or at least admire each other? Selama ini mereka bilang enggak tuh kedok doang, cuma karena malu dan gengsi aja buat bilang iya ke si temen gue itu! :D
Kalo gue pribadi sih ngerasanya sayang banget aja sih kalo emang ternyata dua orang ini sebenernya sama-sama suka. Yaaaa, mungkin bukan suka yang 'suka', tapi suka as a friend, as a person. Kalo aja dua-duanya lebih bisa maintain rasa gengsinya, mungkin kalaupun nggak jadi pacar, mereka bisa jadi temen baik, bisa jadi support system buat masing-masing (oke, please, kayaknya ini kebanyakan di-coaching sama anak startup self developing deh jadi omongannya tentang support system). Tapi, well yeah, balik lagi sih, but maybe we wouldn't be two worlds apart, but right here in each other's arm. Harusnya sih begitu.




ps: don't think too much nor expect too much
pss: ayunnisa si pecinta drama
psss: no skoy no drama, no drama no skoy