Senin, 31 Oktober 2016

Tentang Belajar di Kantor

Jadi, postingan kali ini sebenernya buat nerusin tentang postingan di instagram gue yang ini.
Beberapa orang penasaran sama apa yang bakal gue sharing kayak yang udah gue janjiin sebelumnya di postingan itu. Nah, sebenernya, gue agak takut kalo postingan ini bakal diluar ekspektasi orang-orang yang nanya tentang hal itu. But I write it anyway.

Di ulang lagi ceritanya ketika di sore itu ada seorang temen yang randomly nanya, "Lo kenapa sih mau/milih kerja di kantor ini?" Di jawaban kedua, gue jawab, "mau belajar". Buat yang nanya, 'terus jawaban pertamanya apa?', gue jawab 'kalo gue jawab iseng itu salah, nggak?' Dan ini pure emang jawaban iseng gue. *antiklimaks*

Nah, habis gue ga ketemu sama temen gue itu, tiba-tiba pertanyaan dia muncul lagi di kepala gue, gue kenapa ya mau kerja di situ?
FYI, gue saat ini bekerja di salah satu well known startup di Indonesia. Should I proud about it? Yes (perhaps).
Sebenernya, kalau boleh jujur, saat ini gue bekerja untuk pekerjaan yang menurut beberapa orang tingkat responsibility-nya nggak tinggi-tinggi amat, dan sering dianggap 'hanya' sebagai supporting departement (aish aiesecer abis) dari core kantor itu sendiri. Gue sangat mengerti kalo ada temen-temen atau orang lain yang tau, dan menyindir gue dengan kalimat apapun yang seakan-akan merendahkan pekerjaan gue. Tapi, pernah gue pengen nullis di social medias status gue, "You may mock my job, but I get paid anyway!" gara-gara gue bete ada seseorang yang merendahkan dan kayak yang, 'ih kok lo mau sih?'
to be honest, jujur gue pernah ngerasa down dengan omongan orang yang kayak gitu, apalagi ketika gue tau hal-hal itu justru dateng dari orang-orang terdekat gue. Gue sempet mikir, 'salah nggak sih gue di sini?' atau 'apa gue harus cabut aja ya?' Dan, pada akhirnya pikiran tentang cabut justru jadi kayak fokus utama gue.

I don't know if I should thank si temen gue itu ketika dia nanya sama gue alasan kenapa gue kerja di kantor itu.
Tapiiii..well, gara-gara dia, gue jadi berpikir banyak hari itu, bukan tentang kenapa gue kerja di situ. Tapi karena jawaban gue yang 'mau belajar' dan kenapa gue 'masih' stay di situ. Hari itu, gue jadi berpikir, ketika gue ngasih jawaban mau belajar, sebenernya apa sih yang mau gue pelajarin? Dan setelah dua bulan kerja di situ, apa sih yang udah gue pelajarin?

 Kantor gue yang sekarang, which is a startup business, sebenernya sangat memberi kesempatan buat para karyawannya untuk belajar. Sayangnya, pelajaran itu bukannya berbentuk materi kayak waktu kuliah dan dikasih secara cuma-cuma nih sama kantor. Justru gimana si karyawan ini bisa menyerap hal apapun yang bisa dia pelajari dari dinamika kehidupan kantor, supaya value si karyawan ini nambah dan nggak cuma 'kerja sekedar kerja'. Ini poin penting yang saat ini lagi gue jalanin nih. Karena ini pengalaman pertama gue bekerja secara profesional, gue nggak mau kerja hanya sekedar kerja. Balik lagi, gue harus bisa belajar dan menyerap sebanyak-banyaknya hal apapun yang bisa gue serap selama gue join di kantor ini, entah dalam jangka waktu yang lama atau sebentar.

Waktu di bulan pertama, gue masih bingung nih tentang apa yang sebenernya gue lakuin. Tapi begitu masuk akhir bulan kedua, gue mulai tau beberapa hal yang harus gue tau. Gue awalnya nggak ngerti sama sekali tentang dunia startup dan e-commerce. Tapi, masa gue kerja di dunia itu, gue gatau apa-apa sih? So, gue mulai nyari tahu tentang beberapa hal, mulai dari apa itu startup, sejarah startup tempat kerja gue, dari mana dana di dapat dan gimana dana itu dikelola, dari mana keuntungan, dll gue pelajarin tuh sendiri. Lama-lama gue makin tertarik dengan dunia-dunia ini. Gue mulai belajar untuk menempatkan diri gue di posisi sebagai konsumen dari 'produk' yang dikasih sama perusahaan gue. Gue belajar apa sih yang sebenernya mereka mau dan mereka nggak mau. Gue juga belajar alur proses transaksi yang terjadi di perusahaan ini (karena ini e-commerce), gue mulai analisa problem yang sering terjadi and how to deal with 'em, dll.
Tapi sebenernya hal-hal itu masih terlalu absurd dan tinggi sih buat seorang ayunnisa yang apalah baru juga lulus kemarin. Gue kemudian belajar, bahwa yang sebenernya harus gue pelajari sekarang bukan soal sistem perusahaan tempat gue bekerja sekarang, tapi yang sebenernya harus gue pelajari adalah tentang bagaimana membentuk etos kerja di diri gue. Gue harus belajar gimana cara orang lain kerja, mulai dari temen-temen sesama freshgrad, temen-temen lain yang sudah punya pengalaman kerja sebelumnya, sampai ke orang-orang dengan level di atas gue. Untuk yang terakhir, gue mulai menganalisa cara mereka bekerja belakangan ini, karena gue punya kesempatan untuk kerja/duduk di deket mereka. Dan ketika gue ngeliat gimana cara mereka kerja, gue langsung ngerasa mereka daebak banget, karena mereka kerja dengan tempo dan pace kerja yang cepat. You really have to be quick in almost everything, mulai dari learning, action, thinking, deciding dan respon lo tuh harus cepet ga boleh lemot, Ayunnisa :)
Balik lagi ke gue sebagai karyawan, gue pada akhirnya belajar bahwa gue udah ga boleh lagi ngerasa down ketika orang-orang mocking kerjaan gue sekarang, entah apapun yang gue lakukan atau gue dapatkan. Di dunia ini, akan selalu ada orang-orang yang kayak gitu, tukang nyinyir. Dan kalo gue sampe down karena mereka, that's my problem. That's why you really have to surround yourself with good fellas, karena kalo kita berteman sama penjual minyak wangi kita bakal kebagian wanginya. Untungnya ada temen-temen lain yang mendukung path gue sekarang, dan bikin gue bersyukur dengan apa yang gue lakuin sekarang.

Well, itu sebenernya cuma sebagian kecil dari banyak hal yang gue pelajari dan masih bisa untuk gue pelajari lagi ke depannya. Entah kenapa, working feels so exciting nowadays, walau gue juga gatau sih bakal berapa lama si fase excitement ini :p Tapi apapun itu, gue sebenernya pengen ngeshare excitement yang sama ke temen-temen gue. Gue punya banyak temen yang 'berkualitas' di kantor dan tentunya dengan excitement yang sama, working environment di kantor jadi lebih menarik. Gue yakin akan ada banyak ideas yang muncul yang bisa jadi menguntungkan dua belah pihak baik kantor ataupun karyawannya. Karena yang terpenting adalah how to balance the happiness between both party.
Gue sih berharap, pada akhirnya gue dan temen-temen di kantor bisa memberikan dan juga mendapatkan all the possitive things dari kantor dan untuk kantor. Gue berharap dari gue dan juga temen-temen termasuk dari orang-orang di level atas gue bisa saling appreciate dengan semua hal yang baik-baik yang terjadi bekerja di kantor itu.
Gue sendiri sadar, bahwa nggak ada yang tahu either lama atau sebentarnya gue dan temen-temen join di kantor itu. Akan selalu ada kesempatan yang lebih baik lagi di luar sana. Tapi yaaaaaaaaaa, selama masih di sini-sini aja mah coba ambil yang terbaik dan lakuin yang terbaik. Semoga memang apa yang ditapaki sekarang, bener-bener jadi a great stepping stone buat gue dan buat temen-temen yang lain.

xoxo

Rabu, 19 Oktober 2016

Minta Maaf

Atas dasar rasa kemanusiaan dan kasian, gue pengen minta maaf sebenernya sama si Item, gara-gara udah (menurut dia) kelewat sering gue jadiin korban PHP.  Mulai dari php jam karet sampe cancelling janji.

Tapi malem ini beneran ga tega ngeliat dia 😂😂
Mukanya capek dan ngantuk banget, tapi masih harus dan mau (hmm..😞) nungguin gue 20 menit dari janji yang udah ditentuin sebelumnya.

Duh, walau kadang mulutnya nyebelin tapi baik sih emang dia :')
Mianhae, Teeeeeeeeem. Gumawo :')

Kamis, 06 Oktober 2016

Be Good

Tulisan kali ini akan sangat berantakan. Tentang pikiran random saya (seperti biasa) yang muncul di sepanjang perjalanan pulang naik kereta tadi, kemudian naik motor sampai ke rumah, yang mana di tengah perjalanan saya melamun dan hampir aja nabrak kucing, walau akhirnya ternyata saya nggak jadi nabrak tapi motor di sebelah saya yang nabrak, dan ternyata memang mungkin kucing punya 9 nyawa, karena kucingnya nggak apa-apa, walau saya sedih banget ngebayangin kucingnya pasti kesakitan (T_T).

Anw, jadi selama perjalanan pulang tadi, saya berpikir tentang being good sama orang lain. Awalnya saya sedih karena di kereta tadi saya pulang bareng ibu-ibu yang mungkin sebaya ibu saya, badannya bau minyak angin yang mungkin dia gunakan karena dia masuk angin, maklum tadi lagi hujan deras. Saya dan si ibu itu sudah terlalu malas untuk naik kereta  tujuan Bekasi yang masuk Manggarai sekitar jam 6.45 dan lebih memilih kereta selanjutnya yang hanya memiliki interval satu stasiun dari kereta yang luar biasa penuh itu. Ketika kami naik, di depan kami ada dua pemuda yang saya amat sangat yakin, satu di antaranya sedang pura-pura pulas tertidur (maaf, saya suudzon). Dalam hati, saya langsung berpikir saya nggak akan ngebiarin ibu saya naik kereta komuter lagi dan insya Allah saya bisa membayar orang untuk jadi supir pribadi buat dua orangtua saya nantinya. Terakhir ibu saya naik kereta komuter itu mungkin satu tahun yang lalu, ketika beliau dan ibunya mantan saya pergi ke Tanah Abang (ya, mereka berkawan baik bahkan ketika saya dan si mantan sudah tidak lagi berhubungan baik). Di situ beliau cerita tentang bagaimana susahnya naik kereta ke Tanah Abang. Sejak saat itu saya berdoa supaya kelak saya atau adik-adik saya bisa mengantar ibu saya, atau minimal membayar orang untuk mengantar kedua orang tua saya kemana pun mereka mau di usia senja mereka, tanpa harus naik angkutan umum kecuali pesawat. Pikiran itu kembali lagi malam ini, karena ibu-ibu yang pulang bareng saya kali ini. Saya sedih karena ibu itu nggak dapet tempat duduk, sedangkan pemuda itu pura-pura tidur. Memang, itulah drama commuter line, tapi tetep aja, they're supposed to be good.

Menjadi baik. Saya juga jadi ingat, ketika saya berbuat baik pada orang lain, kebaikan yang berlipat akan kembali pada saya. Begitu hukumnya, walau di beberapa kasus, kejadiannya malah sebaliknya. Dan ketika sekali orang berbuat baik sama kita, kita akan membalas kebaikan itu lagi dan lagi dan terus berlipat. Tanpa bermaksud sombong, saya ingin bercerita tentang hubungan saya dengan mas-mas OB di kantor, yang suka saya ajak ngobrol setiap pagi ketika ambil minum atau mau buat teh manis. Pernah sekali waktu, saya membelikan mereka piscok yang dijual kawan saya. Itu cuma piscok. Tapi yang saya dapat setelah itu, mereka jadi tambah luar biasa baik sama saya. Kalo saya laper pagi-pagi, saya tinggal ke dapur dan nanya ada sisa makanan kemarin nggak di kulkas? Kalo makanan itu masih layak makan menurut saya dan mereka, mereka akan sigap ngangetin makanan itu lagi. Kalau saya nyari es batu siang-siang, mereka akan sibuk mecahin es batu, dan mulai dari ketika saya bikin es batu itu, mereka selalu bikin es batu di plastik setiap harinya (mungkin buat saya atau buat karyawan lain). Kemarin yang asik buat saya, ketika mereka 'ngamanin' semangkuk penuh jeruk baby segar khusu buat saya di dapur, karena tau saya suka banget jeruk itu. Di lain waktu pernah juga mereka nyisain semangkuk sop jatah makan siang yang menurut saya enak banget, buat saya makan lagi sorenya  dalam keadaan udah di reheat sama Mas Udin. Saya nggak tau siapa yang memulai kebaikan ini. Yang pasti saya sangat suka dan menikmati hubungan saya dengan mas-mas OB di kantor.

---

Bicara tentang 'be good', saya jadi ingat dulu saya punya orang-orang yang baik menurut saya. Well, pada dasarnya, saya menilai semua orang yang saya kenal sebagai orang baik dengan plus dan minusnya mereka, tapi mostly mereka adalah orang-orang baik. Tapi ada dua orang yang menurut saya berkesan akan kebaikan mereka. Sebuat saja mereka adalah si oknum A dan oknum B.

Oknum A dan oknum B ini termasuk orang-orang yang punya cerita dalam hidup saya. Dan sekarang saya bisa bilang, saya seringkali menyesal tidak berbuat baik pada mereka seperti yang seharusnya, dan sekarang saya harus rela 'kehilangan' mereka.

Oknum A, adalah orang yang super baik buat saya. Yang sering mengingatkan saya akan kebaikan, yang paling jahat dan paling bawel melarang saya kalau saya (dulu) udah mulai tertarik buat nyoba-nyoba hal-hal nggak guna, yang mau minjemin sweaternya buat saya dan gendong saya waktu kami kebanjiran (dulu saya masih kurus kebetulan), yang rela nungguin saya setiap hari rapa berjam-jam dan dia akan nunggu di masjid sampai lampu masjidnya dimatiin karena saya suka rapat sampai larut, dan dia masih ada di sana karena nggak mau saya pulang malam sendirian, yang rela naik motor Bintaro- lokasi saya waktu itu yang kurang lebih sekitar 35KM cuma buat nganter makanan karena saya lagi sakit, yang masih banyak hal lain yang terlalu panjang untuk ditulis di sini.

Oknum B, adalah orang yang luar biasa sabar menghadapi saya sepanjang saya kenal dan berhubungan baik sama dia. Orang yang seringkali mengejutkan saya dan bikin saya senyam-senyum blushing karena hal-hal kecil yang dia lakuin. Dia dulu selalu ngerjain tugas saya di salah satu mata pelajaran yang saya males buat ngerjainnya, tanpa mengeluh atau protes kenapa saya nggak mau ngerjain tugas itu. Dia yang tau-tau datang ke tempat saya dan bawa baju, cokelat, bunga atau burger kesukaan saya dan menaruhnya di kotak-kotak kado papyrus. Dia yang suka tanpa sepengetahuan saya menunggu saya di tempat saya biasa menunggu bus cuma untuk pulang bareng. Dia yang suka candid foto saya di setiap aktifitas yang saya lakukan. Dia yang rela telat masuk kantor demi nganter saya ke tempat tujuan karena saya udah telat deadline. Dia yang rela beliin saya apa pun yang saya sebutkan. Dia yang rela mendengarkan semua keluh kesah saya berjam-jam lamanya, bertahun-tahun, walaupun dia bilang dia nggak suka kalo saya ngeluh apalagi hal-hal yang nggak penting. Dia yang bakal meluk saya kalo saya lagi bete atau sedih. Dan masih banyak hal yang little things mean a lot sih menurut saya.

Dua oknum ini, entah bagaimana ceritanya pada akhirnya harus saya relakan untuk 'menghilang' dari hidup saya. Hubungan saya dengan mereka sekarang sebatas sapa menyapa dan kehilangan core yang justru dulu memperkuat hubungan kami. Dan sekali lagi saya bilang, saya menyesal. Kenapa? Karena mungkin salah satu alasannya adalah karena saya tidak membalas kebaikan mereka seperti yang seharusnya saya lakukan.

Beberapa waktu yang lalu, saya pernah menulis di blog ini tentang cerita saya dan cerita teman saya. Tentang saya yang baik ke orang (yang saya rasa) yang salah, dan teman saya yang kehilangan perempuan yang baik sama dia.Saya ngerasa saya berbuat baik ke seseorang, yang sayangnya entah dia nggak peduli atau dia nggak tertarik untuk berbuat baik lagi ke saya. Pada akhirnya, karena saya merasa feedback yang negatif dari dia, saya (secara tidak sadar, dan sekarang saya sadari) mundur dan sudah kehilangan semangat untuk berbuat baik sama dia atau menjadikan dia lebih baik lagi. Sementara teman saya, dia harus merelakan orang yang sudah sangat baik ke dia, karena dia tidak memberikan respon postif ke perempuan itu. Jadi saya ada di posisi perempuan itu, dan temen saya ada di posisi orang yang lagi saya baikkin (baikkin tuh apa sih, Ay?!?!?!?), Kami jadi mengerti cerita masing-masing. Menjadi baik harus dilakukan oleh dua orang (atau lebih ) sehingga akan menimbulkan efek yang positif dan berlipat bagi orang-orang yang melakukannya.

Menjadi baik memang datangnya dari hati dan berbeda-beda bagi setiap individu. Tapi saya yakin, kebaikan itu sesuatu yang bisa ditanam. Kebaikan berasal dari hati yang bersih, sementara hati yang bersih dihasilkan dari kebaikan-kebaikan yang kita lakukan. So, be good, fellas!

Senin, 03 Oktober 2016

보고싶어요

보고싶어요

Dalam bahasa korea kata ini berarti saya rindu kamu.
Ya, saya rindu kamu.
Rindu akan annoying-mu.
Rindu akan ke-nggak jelasan-mu.
Rindu akan menganalisa banyak hal yang belum saya tau tentang kamu.

Saya tiba-tiba rindu kamu, tanpa alasan tertentu.
Sama seperti kamu ketika sekitar pukul 12 malam itu, mengatakan kalau kamu rindu.
Walaupun bahkan sampai detik ini saya masih ragu, apa benar seperti itu?

Walau saya rindu kamu, saya nggak mau bilang langsung ke kamu.
Kenapa? Karena menurut saya itu nggak perlu.
Kamu hanya akan bilang 'iya' atau apapun itu yang saya yakin tidak akan mendukung atau pun mengobati rasa rindu saya akan kamu.
Saya nggak butuh itu.
Saya butuh kamu juga rindu.
Setidaknya setelah kamu baca tulisan ini, kamu langsung menghubungi saya dan bilang, 'ya, saya juga rindu'.