Minggu, 11 Juni 2017

Memutuskan untuk Berhijab

Bismillah.

Setelah mengalami pergolakan batin sekian tahun, entah kenapa kali ini gue bener-bener pengen berhijab. Dan insyaAllah mulai besok setelah sebelumnya gue berencana setelah lebaran idul fitri ini.

Entah kenapa memutuskan untuk berhijab kali ini bikin gue jadi nervous banget.
Ini sebenernya bukan sesuatu yang wow atau gimana emang. Ini tuh ga lebih dari cuma upaya buat berhenti ngelakuin dosa yang udah sekian tahun gue lakuin, dan juga bikin orang lain yang ngeliat gue ikutan dosa padahal mereka ga tau apa-apa. Dan yang lebih jahat lagi, bikin bokap gue semakin melangkah mendekati neraka.

Sampai detik ini, jujur aja gue masih ragu. Masih nanya ke diri sendiri, apa ini keputusan yang tepat walaupun gue tau itu bukan sesuatu yang harus diputuskan. Sudah ada yang memutuskan, kita (gue sih lebih tepatnya) cuma tinggal jalanin aja.

Apa niat kali ini tulus karena Allah ya? Atau hanya sekedar kepengen doang?
Apa nanti gue bakal istiqomah dengan keputusan ini?
Apa gue bakal berubah jadi lebih baik?

Berhijab di jaman sekarang identik sama yang namanya hijrah. Dan hijrah itu artinya lo meninggalkan yang dulu-dulu yang nggak baik jadi jiwa jiwa yang lebih baik. Gue kira-kira bisa ga ya kayak gitu?

Gue inget, gue punya temen di Instagram yang berhijrah. Dan proses hijrahnya dia itu kayak ngagetin banyak orang karena itu tiba-tiba banget. Dia dulunya manusia sekuler garis keras, pecinta kebebasan tanpa batas. Tiba-tiba dia berhijrah dan ngehapus semua cerita masa lalu dia. Dan ada di satu poin di mana dia bilang kalau dia udah sama sekali nggak punya keinginan buat nengok ke belakang ke masa lalunya dia.
Nah! That's what exactly I want ketika gue berhijrah nanti. Kalo bisa nggak setengah-setengah. Tapi sampai detik gue menulis ini, gue justru masih ngintip-ngintip ke belakang, questioning nanti kalo udah berhijab masih bisa gini ga ya, masih bisa gitu ga yaa.

Kata Fathiraz, beribadah itu memang harus dipaksa apapun alasannya. Tapi gue ga pengen itu jadi suatu paksaan yang bikin gue justru jadi nggak nyaman buat jalaninnya. Gue mau semua dilakuin dengan ikhlas. Tapi emang kalo nunggu gitu, gue mungkin baru akan berhijab nanti dan memperpanjang masa bakti gue di neraka.

Gue sendiri sadar berhijab bukan berarti gue kayak haji mabrur yang kemungkinan dosanya dihapus dan jadi suci. Berhijab cuma langkah awal, dan jadi penanda juga pengingat buat gue pribadi untuk berkelakuan layaknya ajaran agama yang gue yakini.
Dengan berhijab juga nggak bikin gue langsung berubah jadi Zahratul Jannah atau Mega Iskanti. Tapi ini juga bisa jadi langkah awal yang memungkinkan gue bisa jadi sebaik mereka. Ini juga jadi awal mula aturan-aturan hidup yang baru, bahwa ada beberapa hal yang perlu gue tinggalkan di masa lalu. Toh, janji Allah kalau seseorang berubah menjadi baik, ia akan mendapatkan lebih lebih dari apa yang ia tinggalkan.

Dan akhirnya, setelah sekian tahun mempertanyakan 'kenapa sih harus?' dan terlalu banyak pertanyaan 'kenapa' yang gue lontarkan untuk hal-hal yang sebenernya harusnya gue yakini, gue akhirnya memutuskan buat berhijab.
Walaupun di dalam hati kecil ini gue masih berkeyakinan kalau berhijab ini adalah masalah hati (well, even buat gue agama itu masalah hati makanya disebut keyakinan), tapi pada akhirnya gue bersyukur hati gue kali ini yakin.
Agama memang ternyata tentang sesuatu yang kita percaya dan kita yakini. Segala sesuatunya tentang berkorban, ikhlas, dan cinta. Ada banyak yang nggak bisa dijelasin secara logika (menurut gue pribadi, walau ini ternyata salah karena gue lupa pernah baca di mana, katanya logika itu ga bisa dipisahkan dari agama). Intinya, ini tentang cinta, yang bikin orang yang nggak cinta nggak ngerasain apa-apa yang dialami orang-orang yang lagi jatuh cinta.

Dan buat temen-temen yang sempet gue curhatin masalah ini, gue mau berterima kasih banget. Gue selalu berdoa, semoga apa yang udah kalian sampaikan ke gue, bisa jadi pahala buat kalian kelak. Asthary, Wahdah, Mas Hasan, dan terutama Fathiraz, yang nggak cuma sekali dua kali mengingatkan, tapi beribu kali, setiap kita ketemu sejak tahun 2014. Mulai dari caranya yang paling lembut kayaknya ngejelasin, ngasih cerita yang bagus-bagus, minjemin buku 99 Hijab Stories, sampai makin ke sini makin galak karena gue dilembutin ga berubah berubah juga.
Ada satu percakapan dari si item yang lumayan bikin gue jadi ngebuka hati waktu itu, waktu di kereta dia nanya kenapa gue selama ini sholat. Waktu mau gue jawab dia bilang, 'nggak usah dijawab panjang-panjang lah intinya karena wajib kan, yaudah lo samain aja prinsip berhijab sama sholat'. Ini nggak sepenuhnya bener dan bukan kata-kata paling cemerlang sih, tapi at least kata-kata ini justru yang bikin gue mikir. Lah gue ngapain ragu, ngapain nanya-nanya, ngapain masih males-malesan, kalo prinsipnya sama kayak sholat.

Ya balik lagi sih masalah hati. Memulai sesuatu yang sebelumnya nggak pernah dilakukan itu emang susah dan berat awalnya. Termasuk beribadah. Kata Fathiraz lagi, kalau beribadah itu mesti liat liat lagi kenapa bisa sampai nggak dikerjain, kalo emang nggak bisa dikasih janji-janji manis dari Allah, liat peringatannya. Kalau masih nggak takut, periksa lagi hatinya, mungkin ada yang salah. Kalau masih ada niatan tapi belum juga dilaksanakan ya dipaksa aja dari diri sendiri. Bukan maksa yang gimana sih, tapi berusaha buat ngelakuin itu terus menerus secara pelan-pelan, sampai nanti jadi kebiasaan. Awalnya, mungkin bisa jadi alasannya karena apa aja, nanti setelah terbiasa insyaAllah bakalan nemu kalo apa yang kita lakukan ini semata-mata karena cinta sama Allah dan agama islam. Hampir sama kayak cinta ke manusia, cinta sama Allah ini prosenya bukan cuma dicari, tapi juga ditemukan, dirasa, dibangun, dan dipelihara. Semoga kita adalah yang termasuk dari orang-orang yang menemukan dan bisa ngejaga cinta itu.

Bismillahirrahmannirrahiim,
Allahuma, ya muqallibal-qulub, thabbit qalbi 'ala dinik wa'ala thoatik.

Ya Allah, Tuhan yang membolak-balikan hati, tetapkanlah hatiku dalam agamamu dan ketaatan.

Aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar