Kamis, 06 Oktober 2016

Be Good

Tulisan kali ini akan sangat berantakan. Tentang pikiran random saya (seperti biasa) yang muncul di sepanjang perjalanan pulang naik kereta tadi, kemudian naik motor sampai ke rumah, yang mana di tengah perjalanan saya melamun dan hampir aja nabrak kucing, walau akhirnya ternyata saya nggak jadi nabrak tapi motor di sebelah saya yang nabrak, dan ternyata memang mungkin kucing punya 9 nyawa, karena kucingnya nggak apa-apa, walau saya sedih banget ngebayangin kucingnya pasti kesakitan (T_T).

Anw, jadi selama perjalanan pulang tadi, saya berpikir tentang being good sama orang lain. Awalnya saya sedih karena di kereta tadi saya pulang bareng ibu-ibu yang mungkin sebaya ibu saya, badannya bau minyak angin yang mungkin dia gunakan karena dia masuk angin, maklum tadi lagi hujan deras. Saya dan si ibu itu sudah terlalu malas untuk naik kereta  tujuan Bekasi yang masuk Manggarai sekitar jam 6.45 dan lebih memilih kereta selanjutnya yang hanya memiliki interval satu stasiun dari kereta yang luar biasa penuh itu. Ketika kami naik, di depan kami ada dua pemuda yang saya amat sangat yakin, satu di antaranya sedang pura-pura pulas tertidur (maaf, saya suudzon). Dalam hati, saya langsung berpikir saya nggak akan ngebiarin ibu saya naik kereta komuter lagi dan insya Allah saya bisa membayar orang untuk jadi supir pribadi buat dua orangtua saya nantinya. Terakhir ibu saya naik kereta komuter itu mungkin satu tahun yang lalu, ketika beliau dan ibunya mantan saya pergi ke Tanah Abang (ya, mereka berkawan baik bahkan ketika saya dan si mantan sudah tidak lagi berhubungan baik). Di situ beliau cerita tentang bagaimana susahnya naik kereta ke Tanah Abang. Sejak saat itu saya berdoa supaya kelak saya atau adik-adik saya bisa mengantar ibu saya, atau minimal membayar orang untuk mengantar kedua orang tua saya kemana pun mereka mau di usia senja mereka, tanpa harus naik angkutan umum kecuali pesawat. Pikiran itu kembali lagi malam ini, karena ibu-ibu yang pulang bareng saya kali ini. Saya sedih karena ibu itu nggak dapet tempat duduk, sedangkan pemuda itu pura-pura tidur. Memang, itulah drama commuter line, tapi tetep aja, they're supposed to be good.

Menjadi baik. Saya juga jadi ingat, ketika saya berbuat baik pada orang lain, kebaikan yang berlipat akan kembali pada saya. Begitu hukumnya, walau di beberapa kasus, kejadiannya malah sebaliknya. Dan ketika sekali orang berbuat baik sama kita, kita akan membalas kebaikan itu lagi dan lagi dan terus berlipat. Tanpa bermaksud sombong, saya ingin bercerita tentang hubungan saya dengan mas-mas OB di kantor, yang suka saya ajak ngobrol setiap pagi ketika ambil minum atau mau buat teh manis. Pernah sekali waktu, saya membelikan mereka piscok yang dijual kawan saya. Itu cuma piscok. Tapi yang saya dapat setelah itu, mereka jadi tambah luar biasa baik sama saya. Kalo saya laper pagi-pagi, saya tinggal ke dapur dan nanya ada sisa makanan kemarin nggak di kulkas? Kalo makanan itu masih layak makan menurut saya dan mereka, mereka akan sigap ngangetin makanan itu lagi. Kalau saya nyari es batu siang-siang, mereka akan sibuk mecahin es batu, dan mulai dari ketika saya bikin es batu itu, mereka selalu bikin es batu di plastik setiap harinya (mungkin buat saya atau buat karyawan lain). Kemarin yang asik buat saya, ketika mereka 'ngamanin' semangkuk penuh jeruk baby segar khusu buat saya di dapur, karena tau saya suka banget jeruk itu. Di lain waktu pernah juga mereka nyisain semangkuk sop jatah makan siang yang menurut saya enak banget, buat saya makan lagi sorenya  dalam keadaan udah di reheat sama Mas Udin. Saya nggak tau siapa yang memulai kebaikan ini. Yang pasti saya sangat suka dan menikmati hubungan saya dengan mas-mas OB di kantor.

---

Bicara tentang 'be good', saya jadi ingat dulu saya punya orang-orang yang baik menurut saya. Well, pada dasarnya, saya menilai semua orang yang saya kenal sebagai orang baik dengan plus dan minusnya mereka, tapi mostly mereka adalah orang-orang baik. Tapi ada dua orang yang menurut saya berkesan akan kebaikan mereka. Sebuat saja mereka adalah si oknum A dan oknum B.

Oknum A dan oknum B ini termasuk orang-orang yang punya cerita dalam hidup saya. Dan sekarang saya bisa bilang, saya seringkali menyesal tidak berbuat baik pada mereka seperti yang seharusnya, dan sekarang saya harus rela 'kehilangan' mereka.

Oknum A, adalah orang yang super baik buat saya. Yang sering mengingatkan saya akan kebaikan, yang paling jahat dan paling bawel melarang saya kalau saya (dulu) udah mulai tertarik buat nyoba-nyoba hal-hal nggak guna, yang mau minjemin sweaternya buat saya dan gendong saya waktu kami kebanjiran (dulu saya masih kurus kebetulan), yang rela nungguin saya setiap hari rapa berjam-jam dan dia akan nunggu di masjid sampai lampu masjidnya dimatiin karena saya suka rapat sampai larut, dan dia masih ada di sana karena nggak mau saya pulang malam sendirian, yang rela naik motor Bintaro- lokasi saya waktu itu yang kurang lebih sekitar 35KM cuma buat nganter makanan karena saya lagi sakit, yang masih banyak hal lain yang terlalu panjang untuk ditulis di sini.

Oknum B, adalah orang yang luar biasa sabar menghadapi saya sepanjang saya kenal dan berhubungan baik sama dia. Orang yang seringkali mengejutkan saya dan bikin saya senyam-senyum blushing karena hal-hal kecil yang dia lakuin. Dia dulu selalu ngerjain tugas saya di salah satu mata pelajaran yang saya males buat ngerjainnya, tanpa mengeluh atau protes kenapa saya nggak mau ngerjain tugas itu. Dia yang tau-tau datang ke tempat saya dan bawa baju, cokelat, bunga atau burger kesukaan saya dan menaruhnya di kotak-kotak kado papyrus. Dia yang suka tanpa sepengetahuan saya menunggu saya di tempat saya biasa menunggu bus cuma untuk pulang bareng. Dia yang suka candid foto saya di setiap aktifitas yang saya lakukan. Dia yang rela telat masuk kantor demi nganter saya ke tempat tujuan karena saya udah telat deadline. Dia yang rela beliin saya apa pun yang saya sebutkan. Dia yang rela mendengarkan semua keluh kesah saya berjam-jam lamanya, bertahun-tahun, walaupun dia bilang dia nggak suka kalo saya ngeluh apalagi hal-hal yang nggak penting. Dia yang bakal meluk saya kalo saya lagi bete atau sedih. Dan masih banyak hal yang little things mean a lot sih menurut saya.

Dua oknum ini, entah bagaimana ceritanya pada akhirnya harus saya relakan untuk 'menghilang' dari hidup saya. Hubungan saya dengan mereka sekarang sebatas sapa menyapa dan kehilangan core yang justru dulu memperkuat hubungan kami. Dan sekali lagi saya bilang, saya menyesal. Kenapa? Karena mungkin salah satu alasannya adalah karena saya tidak membalas kebaikan mereka seperti yang seharusnya saya lakukan.

Beberapa waktu yang lalu, saya pernah menulis di blog ini tentang cerita saya dan cerita teman saya. Tentang saya yang baik ke orang (yang saya rasa) yang salah, dan teman saya yang kehilangan perempuan yang baik sama dia.Saya ngerasa saya berbuat baik ke seseorang, yang sayangnya entah dia nggak peduli atau dia nggak tertarik untuk berbuat baik lagi ke saya. Pada akhirnya, karena saya merasa feedback yang negatif dari dia, saya (secara tidak sadar, dan sekarang saya sadari) mundur dan sudah kehilangan semangat untuk berbuat baik sama dia atau menjadikan dia lebih baik lagi. Sementara teman saya, dia harus merelakan orang yang sudah sangat baik ke dia, karena dia tidak memberikan respon postif ke perempuan itu. Jadi saya ada di posisi perempuan itu, dan temen saya ada di posisi orang yang lagi saya baikkin (baikkin tuh apa sih, Ay?!?!?!?), Kami jadi mengerti cerita masing-masing. Menjadi baik harus dilakukan oleh dua orang (atau lebih ) sehingga akan menimbulkan efek yang positif dan berlipat bagi orang-orang yang melakukannya.

Menjadi baik memang datangnya dari hati dan berbeda-beda bagi setiap individu. Tapi saya yakin, kebaikan itu sesuatu yang bisa ditanam. Kebaikan berasal dari hati yang bersih, sementara hati yang bersih dihasilkan dari kebaikan-kebaikan yang kita lakukan. So, be good, fellas!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar