Ketika Jatuh Cinta Menjadi Biasa Saja
Saya lupa kapan pertama kali saya mendengar
lagu ini. Sekitar tiga atau empat tahun lalu, kalau tidak salah. Ketika itu,
lagu itu belum begitu berpengaruh untuk saya pribadi. Belakangan, ketika saya
sudah menjadi mahasiswa, dan saya masih saja belum punya 'teman', saya jadi
tertarik dengan lagu itu.
Sepanjang yang saya tahu, lagu itu merupakan
sindiran bagi lagu-lagu cinta yang banyak dibuat musisi Indonesia. Di lagu itu,
isinya tentang seseorang yang mencinta tanpa berlebih, tapi dia tulus mencinta.
Semakin saya dengar, semakin saya terpengaruh
akan lagu itu. Saya nggak mau berlebihan jika mencintai seseorang. Saya hanya
ingin merasa memiliki tanggungjawab lebih kepada orang itu, dibanding
tanggungjawab saya terhadap orang lain. Begitu kasarnya.
Seringkali, ketika ngobrol dengan teman, kami
sering nyeletuk ketika mendengar lagu ini, "Gila, gue banget!". Seakan-akan
lagu ini, menggambarkan prinsip kami saat mencinta. Nggak bisa dipungkiri, kami
memang sangat ingin seperti itu, jangankan ketika nanti menikah, minimal ketika
kami punya pacar, maunya sih persis kayak di lagu itu.
Tapi, masalah sebenarnya, memang akan muncul
ketika kita dipertemukan dengan orang yang kemudian kita rubah statusnya
menjadi pasangan kita. Kita lupa prinsip-prinsip kita. Kita lupa dulu kita mau
seperti apa. Kita lupa kalau kita mau bertindak wajar.
Seringkali kita sadari, bahwa bertemu orang
spesial itu juga merupakan ujian bagi kita. Yaaa, minimal ujian mengalahkan ego
pribadi dan menerima pikiran orang lain. Ketika bertemu orang itu, lagu itu
seringkali menguap. Kita masih hafal lirik lagu itu, tapi otak kita menguapkan
makna yang terkandung di dalamnya. Jalan menjadi gelap, dan kita tersesat.
Coba hitung berapa tindakan bodoh yang kita
lakukan? Banyak, tanpa pernah kita sadari. Logika normal kita seringkali kalah
oleh rasa. Dan kita tidak pernah berpikir dua kali untuk membaliknya.
Analoginya sama dengan ketika waktu kecil kita berlaku bodoh atau berpenampilan
aneh, yang kemudian ketika kita semakin dewasa, hal-hal tersebut hanya akan
menjadi bahan lelucon pribadi kita.
Kita, saya rasa sudah bukan lagi remaja
tanggung di masa keemasannya. Kita sudah dihadapkan oleh beberapa tanggung
jawab lebih yang kelak menentukan pribadi dan hidup kita. Maka itu, bodoh
karena cinta saya rasa bisa menjadi dosa bagi kita.
Dengan huruf-huruf yang tersusun dari awal
tulisan ini, bukan berarti saya merasa bahwa saya sudah mengamalkan isi lagu
tersebut dengan baik. Justru isi tulisan ini berangkat dari saya yang merasa
telah melakukan dosa-dosa yang saya sebut sebelumnya. Tapi ternyata saya sadar,
beberapa dari teman saya kemungkinan juga melakukan dosa serupa.
Mencinta mungkin merupakan hal baru yang kita
temui belakangan. Dan semakin kita bercermin pada orang-orang yang lebih
dewasa, kita semakin sadar bahwa semua itu sebenarnya biasa saja. Bahwa
sebenarnya setiap cinta punya tujuan utamanya. Jamak terdengar orang-orang yang
di kemudian hari mencintai orang yang dulu dibencinya, atau sebaliknya. Banyak
cerita yang menyertai kata cinta. Tapi akhirnya, kita tidak pernah menebak
seperti apa. Akhirnya tidak pernah bisa kita duga, karena Tuhan punya jalan ceritanya
sendiri, yang sudah sekian tahun lalu, saat kita bahkan belum bisa melihat
dunia, sudah Ia tuliskan untuk kita.
Ingat, kita belum apa-apa. Kita bahkan baru
berangkat. Kita bebas untuk memilih, kita bebas untuk bertindak. Tapi tentu
kita tidak pernah ingin untuk menyesali apapun yang kita pilih. Kesalahan,
kejatuhan, dan kawan-kawannya memang diciptakan untuk kita belajar. Tapi, toh
kita juga bebas untuk memilih bahan pembelajaran kita.
*ditulis dengan lagu Efek Rumah Kaca, Jatuh Cinta itu Biasa Saja yang terus terputar secara otomatis di kepala
*untuk seorang kawan yang saya anggap dan saya perlakukan seperti adik saya sendiri, "Kamu tidak sebodoh ini. Belajarlah dari ini semua. Kelak kita akan tertawa karenanya, dengan cara yang positif tentunya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar